Repelita Yogyakarta - Dua lembaga besar, Universitas Gadjah Mada dan kepolisian, terus mengklaim ijazah sarjana Joko Widodo asli, namun hingga kini tidak pernah menunjukkan dokumen otentik yang bisa diverifikasi publik.
Profesor hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, menilai klaim tersebut tetap menyisakan keraguan besar karena hanya berupa pernyataan lisan tanpa bukti fisik.
“Dua-duanya tidak pernah menunjukkan ijazah aslinya Jokowi itu yang mana,” ujar Mudzakkir pada Selasa, 11 November 2025.
Menurutnya, baik UGM maupun polisi hanya memberikan penegasan verbal tanpa menghadirkan salinan legalisir atau dokumen arsip resmi.
Padahal kampus seharusnya memiliki arsip lengkap yang dapat dibuka untuk kepentingan publik.
"Saya membaca bolak-balik, tidak ada satu pun bukti otentik yang ditunjukkan. Harusnya rektorat menunjukkan dokumen ijazahnya atau minimal fotokopi legalisir. Tapi ini tidak ada,” sebutnya.
Mudzakkir menegaskan bahwa tanpa landasan dokumen primer, keabsahan ijazah tetap dapat dipertanyakan secara ilmiah.
“Kalau tidak berlandaskan dokumen aslinya, menurut pendapat saya tetap diragukan. Karena dalam dunia akademik, bukti itu harus ilmiah, ada arsipnya,” jelasnya.
Ia juga menyinggung alasan UGM yang menyebut ijazah telah menjadi milik pribadi sehingga tidak bisa dipublikasikan.
Alasan tersebut dinilai tidak berlaku karena Jokowi pernah menjabat sebagai pejabat publik tertinggi.
"Kalau seorang itu sudah menjabat publik, maka dokumen publiknya menjadi milik publik. Publik berhak tahu bentuk dokumen aslinya seperti apa,” tegasnya.
Sebagai contoh, Mudzakkir mengingatkan penanganan kasus serupa di Universitas Indonesia yang dilakukan secara terbuka dan ilmiah.
Kampus tersebut membentuk Dewan Profesor untuk investigasi menyeluruh hingga verifikasi oleh Dewan Rektor.
“UI menanganinya secara akademik. Dewan Profesor dibentuk, dilakukan scientific investigation, lalu hasilnya diuji kembali oleh Dewan Rektor. Seharusnya UGM juga bisa melakukan hal yang sama,” tuturnya.
Langkah ilmiah tersebut penting untuk menjaga integritas akademik institusi.
Jika pernyataan resmi rektor ternyata tidak sesuai fakta, maka seluruh produk akademik termasuk ijazah harus dipertanyakan.
“Kalau pernyataan rektor itu ternyata tidak benar, berarti produk yang dihasilkan termasuk ijazahnya juga tidak benar,” kata Mudzakkir.
Oleh karena itu, ia mendesak UGM segera membentuk tim independen atau Dewan Guru Besar untuk verifikasi terbuka.
Proses tersebut harus dapat diuji oleh pihak luar agar kredibel.
“Ini bukan soal pribadi, tapi soal integritas akademik. Harus ada scientific investigation, verifikasi ilmiah yang bisa diuji secara terbuka,” kuncinya.
Pernyataan Mudzakkir menegaskan bahwa klaim keaslian ijazah dari dua lembaga besar tetap tidak cukup meyakinkan.
UGM hingga saat ini belum menunjukkan dokumen asli atau legalisir yang diminta publik.
Kasus ini terus bergulir di tengah tuntutan transparansi dari berbagai kalangan.
Mudzakkir berharap investigasi ilmiah dapat mengakhiri keraguan yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Integritas akademik dan kepercayaan publik menjadi taruhan utama dalam penyelesaian isu ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

