
Repelita NTT - Publik Nusa Tenggara Timur hingga saat ini masih ramai membahas Pergub Nomor 22 Tahun 2025 yang baru diterbitkan.
Aturan tersebut menetapkan tunjangan rumah dan transportasi bagi anggota DPRD NTT dengan total anggaran mencapai Rp 41,4 miliar per tahun.
Berdasarkan ketentuan, setiap anggota DPRD memperoleh uang sewa rumah sebesar Rp 23,6 juta per bulan.
Ketua DPRD menerima tunjangan mobil Rp 31,8 juta per bulan, wakil ketua Rp 30,6 juta, dan anggota lainnya Rp 29,5 juta.
Jika dijumlahkan, pengeluaran bulanan untuk tunjangan mencapai Rp 3,457 miliar.
Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, menilai besaran tunjangan tersebut tidak masuk akal.
Menurutnya, di Kupang sewa rumah besar di lokasi strategis hanya sekitar Rp 145 juta per tahun, sementara tunjangan dewan bisa lebih dari Rp 20 juta per bulan.
“Di Kupang, sewa rumah besar di lokasi strategis hanya Rp 145 juta per tahun. Tapi tunjangan dewan bisa lebih dari Rp 20 juta per bulan. Bagaimana mungkin?” ungkap Darius.
Ia juga menyoroti kenaikan signifikan tunjangan dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2024, anggota dewan hanya menerima Rp 12,5 juta untuk rumah dan Rp 21 juta untuk mobil.
Kini, jumlah tunjangan hampir dua kali lipat dari sebelumnya.
“Ironis, kenaikan terjadi justru di masa efisiensi,” ujar Darius.
Kebijakan ini memicu gelombang protes dari masyarakat.
Sejumlah warga menilai anggota DPRD lebih mementingkan kenyamanan sendiri dibandingkan kondisi rakyat.
“Masih ada rakyat masih hidup susah dan tidak jelas masa depannya. ini Anggota DPRD yang justru tidak jelas kerjanya hidup bermewah-mewahan,” kata Arys, seorang warga Kupang.
Protes serupa juga datang dari kalangan mahasiswa yang menuntut peninjauan ulang tunjangan tersebut.
Hingga kini, pimpinan DPRD memilih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi terkait kontroversi ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

