Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Kiprah Ignatius Jonan Benahi KAI, Dicopot Jokowi Usai Tolak Proyek Kereta Cepat yang Rugikan Negara

Repelita Jakarta - Ignatius Jonan dikenal sebagai sosok reformis yang berhasil membenahi PT Kereta Api Indonesia selama menjabat sebagai Direktur Utama.

Ia menerapkan sistem kerja berbasis disiplin, efisiensi, dan transparansi yang membuat KAI bertransformasi dari perusahaan merugi menjadi entitas yang sehat secara finansial.

Jonan memperbaiki fasilitas stasiun, meningkatkan ketepatan waktu perjalanan, dan memperluas akses transportasi publik berbasis rel.

Langkah-langkah tersebut mendapat apresiasi luas dari masyarakat dan kalangan profesional transportasi.

Keberhasilan Jonan di KAI kemudian mengantarkannya menjadi Menteri Perhubungan pada 2014.

Namun, masa jabatan Jonan sebagai Menteri Perhubungan berakhir pada Juli 2016 setelah terkena reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo.

Salah satu alasan pencopotan tersebut diyakini terkait penolakannya terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Jonan secara terbuka menyatakan bahwa proyek tersebut tidak layak secara teknis dan finansial.

Ia menilai rute Jakarta-Bandung terlalu pendek untuk moda transportasi berkecepatan tinggi.

Menurutnya, kereta cepat idealnya dibangun untuk rute jarak jauh seperti Jakarta-Surabaya.

Jonan menyebut bahwa kereta cepat tidak akan mencapai kecepatan maksimal karena jarak antar-stasiun yang terlalu dekat.

Ia memperkirakan waktu tempuh antar-stasiun hanya lima hingga delapan menit, yang tidak memungkinkan akselerasi hingga 300 kilometer per jam.

Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada pengembangan transportasi rel di luar Pulau Jawa.

Jonan juga menolak menerbitkan izin trase proyek karena belum terpenuhinya regulasi masa konsesi.

Ia menegaskan bahwa proyek tersebut tidak memiliki urgensi teknis maupun ekonomi.

Penolakan Jonan terhadap proyek kereta cepat juga disampaikan dalam rapat bersama DPR pada awal 2015.

Ia meminta agar pembangunan kereta cepat tidak dilakukan di Pulau Jawa, meskipun menggunakan pinjaman luar negeri.

Jonan mendorong agar pembangunan rel difokuskan ke wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Ia menilai bahwa kebutuhan transportasi di daerah tersebut lebih mendesak dan berdampak luas bagi pemerataan pembangunan.

Ia menolak proyek yang hanya menguntungkan kawasan terbatas.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap berjalan di bawah pengawasan Kementerian BUMN.

Rini Soemarno menjadi tokoh utama yang mendorong kerja sama dengan China untuk pembangunan proyek tersebut.

Jonan tidak hadir dalam acara peletakan batu pertama proyek di Walini yang dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi.

Ketidakhadiran tersebut dianggap sebagai bentuk penolakan simbolik terhadap proyek yang dinilai tidak efisien.

Jonan tetap konsisten dengan sikapnya meski berisiko kehilangan jabatan.

Setelah proyek berjalan, muncul berbagai masalah termasuk pembengkakan biaya hingga belasan triliun rupiah.

China meminta agar APBN Indonesia dijadikan jaminan atas utang proyek tersebut.

Hal ini bertentangan dengan pernyataan awal pemerintah bahwa proyek akan dijalankan secara business to business tanpa dana APBN.

Kritik terhadap proyek semakin menguat karena dinilai membebani keuangan negara.

Jonan sebelumnya telah memperingatkan bahwa proyek ini berisiko tinggi secara finansial.

Masa konsesi proyek yang diberikan kepada Kereta Cepat Indonesia-China mencapai 80 tahun.

Durasi tersebut dinilai terlalu panjang dan berpotensi merugikan negara dalam jangka panjang.

Audit pemerintah menunjukkan adanya pembengkakan biaya yang signifikan.

Kondisi ini memperkuat argumen Jonan bahwa proyek kereta cepat tidak layak secara ekonomi.

Namun, suara kritis Jonan tidak diakomodasi dalam pengambilan keputusan strategis.

Setelah dicopot dari jabatan Menhub, Jonan sempat menjabat sebagai Menteri ESDM.

Namun, kiprahnya di sektor energi tidak sekuat reformasi yang ia lakukan di sektor transportasi.

Jonan tetap dikenal sebagai figur teknokrat yang berani menyuarakan pendapat meski berisiko kehilangan jabatan.

Ia menjadi simbol perlawanan terhadap proyek infrastruktur yang dinilai tidak efisien dan membebani negara.

Kisahnya menjadi pelajaran penting dalam pengelolaan proyek strategis nasional.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved