Meilanie menyebut bahwa pendidikan Gibran tidak dapat disetarakan dengan jenjang SMP, apalagi SMA, berdasarkan riwayat pendidikannya di Orchid Park Secondary School, Singapura, dan UTS Insearch, Australia.
Pernyataan tersebut memicu kontroversi publik karena Meilanie menyebut kualifikasi pendidikan Gibran setara dengan lulusan sekolah dasar.
Sebagai akademisi lulusan IPB University dan peraih gelar doktor dari University of Sydney, Meilanie mempertanyakan keabsahan proses penyetaraan ijazah luar negeri yang dimiliki Gibran.
Ia menilai bahwa legalitas pendidikan tersebut menjadi dasar penting bagi Gibran dalam menapaki karier politik nasional.
Direktur Kerjasama, Komunikasi, dan Pemasaran IPB University, Alfian Helmi, menyatakan bahwa opini Meilanie merupakan pendapat pribadi.
IPB University akan menempuh langkah persuasif dengan mengundang Meilanie untuk berdiskusi dan mengonfirmasi pernyataannya di media sosial.
Meilanie Buitenzorgy merupakan dosen di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB dengan kepakaran di bidang Ekonomi Politik Lingkungan.
Ia menempuh pendidikan S1 di FMIPA IPB, S2 di Wageningen University, Belanda, dan meraih gelar PhD dari University of Sydney, Australia.
Minat penelitiannya mencakup ekonomi lingkungan dan sumber daya, dengan sejumlah publikasi ilmiah di bidang tersebut.
Riwayat pendidikan Gibran versi KPU menunjukkan bahwa ia menempuh pendidikan dasar di Solo, kemudian melanjutkan ke Orchid Park Secondary School di Singapura.
Setelah itu, Gibran belajar di UTS Insearch, Australia, selama tiga tahun, namun tidak melanjutkan ke tingkat universitas.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Management Development Institute of Singapore (MDIS) dan lulus pada 2010.
Polemik ijazah Gibran mencuat setelah beredarnya surat dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tertanggal 6 Agustus 2019.
Surat tersebut menyatakan bahwa Gibran telah menyelesaikan pendidikan Grade 12 di UTS Insearch dan dianggap setara dengan lulusan SMK peminatan Akuntansi dan Keuangan.
Dokter Tifa dan Said Didu turut mempertanyakan keabsahan surat tersebut, menyebut UTS Insearch bukan sekolah formal melainkan lembaga persiapan kuliah.
Menurut mereka, lembaga tersebut tidak layak disetarakan dengan jenjang SMA atau SMK di Indonesia.
Said Didu menyatakan bahwa anaknya yang merupakan alumni S2 UTS menjelaskan bahwa UTS Insearch hanyalah bimbingan belajar untuk masuk program S1.
Ia menilai aneh jika keterangan lulus dari lembaga tersebut dianggap setara dengan ijazah SMA atau SMK.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

