Repelita Jakarta - Persyaratan ijazah pendidikan menengah atas yang digunakan Gibran Rakabuming Raka dalam pencalonan pada pemilihan presiden 2024 digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan ini muncul karena penggugat menilai Gibran tidak memiliki ijazah SMA sederajat di Indonesia.
Sebagai gantinya, Gibran disebut menggunakan dokumen berupa sertifikat dari sekolah di Singapura.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Idham Holik menegaskan bahwa lembaganya telah melakukan verifikasi terhadap seluruh persyaratan setiap pasangan calon.
Ia menekankan bahwa keabsahan ijazah sudah diperiksa sesuai regulasi yang berlaku.
KPU, kata Idham, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 58 Tahun 2024 tentang Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Aturan tersebut menegaskan bahwa dokumen pendidikan dari luar negeri dapat diakui untuk melanjutkan studi di sistem pendidikan nasional.
Selain itu, KPU juga berlandaskan ketentuan penyetaraan ijazah luar negeri yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
"Dalam melaksanakan tahapan pencalonan pemilu, kami adalah pengguna dari dokumen yang diterbitkan oleh lembaga yang memiliki otoritas," kata Idham saat dihubungi pada Jumat, 5 September 2025.
Ia menyebut tahapan pencalonan pilpres 2024 telah dijalankan sesuai asas kepastian hukum.
Idham juga menambahkan bahwa tidak ada keputusan dari Bawaslu, PTUN, maupun Mahkamah Konstitusi yang membatalkan hasil verifikasi KPU.
"Pasangan calon terpilih tidak sekadar sudah dilantik, tapi saat ini menjalani masa periode presidensialnya," ucap Idham.
Adapun gugatan terhadap Gibran didaftarkan oleh seorang warga bernama Subhan dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Selain Gibran, KPU juga turut digugat sebagai pihak tergugat kedua.
Dalam gugatannya, Subhan menilai pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto telah melanggar aturan karena syarat ijazah tidak terpenuhi.
Ia menyatakan Gibran tidak memiliki ijazah SMA formal di Indonesia.
Menurut Subhan, dokumen yang dipakai Gibran hanya berupa sertifikat dari Orchid Park Secondary School Singapore dan UTS Insearch Sydney.
Ia menilai sertifikat tersebut tidak setara dengan ijazah SMA Indonesia.
"Kalau disetarakan itu kompetensinya bukan KPU, tapi di pendidikan tinggi (dikti). Sementara aturan pemilu tidak mengenal penyetaraan di level SMA," ujar Subhan pada Kamis, 4 September 2025.
Subhan menambahkan bahwa Orchid Park lebih menyerupai program matrikulasi atau kursus persiapan kuliah, bukan sekolah menengah atas formal.
"Jadi bukan sekolah formal seperti di Indonesia. Untuk mencapai TOEFL tertentu, dia masuk situ. Tapi SMA-nya tidak pernah punya dia itu," kata Subhan.
Dalam tuntutannya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia juga meminta agar Gibran dinyatakan tidak sah menjabat sebagai wakil presiden hasil Pilpres 2024.
Sidang perdana gugatan ini dijadwalkan berlangsung pada Senin, 8 September 2025. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

