
Repelita Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI sekaligus politikus PDI Perjuangan, Romy Soekarno, menyampaikan apresiasi atas langkah Presiden Prabowo Subianto yang memutuskan mengusulkan pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Romy menegaskan pernyataan tersebut pada Jumat 1 Agustus 2025 setelah DPR RI menyetujui usulan Presiden dalam rapat konsultasi bersama pimpinan parlemen yang digelar sehari sebelumnya.
Dalam penilaian Romy, keputusan ini tidak semata-mata menunjukkan sikap politik, tetapi juga menegaskan kemampuan Presiden Prabowo membaca permasalahan hukum dengan pendekatan yang lebih substansial daripada sekadar prosedur formal.
Ia menyoroti kejanggalan dalam proses hukum yang menjerat Hasto sejak awal, baik dari segi konstruksi perkara, prosedural, maupun waktu pelaksanaan yang sarat nuansa politis.
Menurut cucu Presiden pertama RI itu, langkah pemberian amnesti merupakan koreksi berani atas praktik hukum yang dinilai lebih dominan diwarnai kepentingan kekuasaan dibanding semangat keadilan.
Romy menambahkan bahwa dengan amnesti ini, Prabowo mengirim pesan bahwa hukum tidak berdiri terpisah dari politik kebangsaan yang berpihak pada keadilan dan kepentingan demokrasi yang sehat.
Sebagai bentuk kewenangan presiden yang diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, pemberian amnesti memang memerlukan pertimbangan DPR agar sah secara konstitusi.
Dalam kasus ini, Romy menilai keputusan Prabowo sudah mendapatkan legitimasi penuh dari parlemen sehingga langkah tersebut sah secara hukum dan politik.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa surat presiden mengenai amnesti ini telah mendapat persetujuan DPR pada Kamis 31 Juli 2025, yang di dalamnya termasuk nama Hasto Kristiyanto di antara 116 orang lainnya yang memperoleh pengampunan.
Hasto sendiri sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti memberikan uang suap sebesar Rp 400 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kasus Harun Masiku.
Vonis tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat 25 Juli 2025, dengan tambahan denda Rp 250 juta yang apabila tidak dibayar, diganti dengan kurungan tiga bulan.
Romy berharap amnesti ini dapat menjadi koreksi dan pembelajaran agar praktik penegakan hukum di Indonesia ke depan dapat berjalan lebih adil, objektif, dan terhindar dari distorsi kepentingan politik.
Ia juga menegaskan kembali bahwa pemberian amnesti adalah hak istimewa presiden yang bertujuan menjaga harmoni kebangsaan dan demokrasi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

