
Repelita Banten - Polda Banten mengungkap secara detail tahapan penyidikan hingga penetapan dua orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan pencemaran nama baik yang menyeret nama salah satu tokoh Nahdlatul Ulama di Banten, Matin Syarkowi, melalui konten di TikTok.
Langkah penegakan hukum ini ditegaskan berlangsung transparan dengan melibatkan pemeriksaan ahli bahasa, saksi ahli ITE, hingga koordinasi bersama Jaksa Penuntut Umum agar setiap prosedur berjalan sesuai aturan.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten memastikan kedua tersangka yang berinisial SA dengan nama lain Mahesa Albantani serta SI yang dikenal dengan akun Kingofhmm ditetapkan setelah penyidik mengumpulkan cukup bukti dan fakta lapangan.
Kasus ini bermula dari beredarnya video berdurasi 51 detik di akun TikTok @kingofhmm yang dianggap mencemarkan nama baik Matin Syarkowi selaku pimpinan Pondok Pesantren Al Fathaniyah di Banten, sehingga merugikan kehormatannya di ranah digital.
Dalam pernyataan resmi Dirreskrimsus Polda Banten, Kombes Pol Yudhis Wibisana, pada Selasa 15 Juli 2025, disebutkan bahwa konten tersebut dibuat tanpa izin, lalu dibumbui narasi tuduhan yang tidak berdasar sehingga memicu laporan.
“Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, kami telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu SA alias Mahesa Albantani dan SI alias Kingofhmm,” ungkap Kombes Yudhis.
Ia menambahkan, penyidik Subdit V Siber Ditreskrimsus telah mengamankan barang bukti berupa telepon genggam, akun media sosial TikTok dan YouTube, serta dokumen digital yang mendukung konstruksi perkara.
Untuk menguatkan penyidikan, pihak kepolisian juga telah menggandeng ahli bahasa dan ahli ITE yang dimintai keterangan sebagai pendukung unsur pidana yang disangkakan.
Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis antara lain Pasal 48 Ayat 2 jo Pasal 32 Ayat 2, Pasal 45 Ayat 4 jo Pasal 27 Huruf A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE, serta Pasal 55 dan 56 KUHP.
Proses penanganan perkara juga terus dikembangkan secara profesional dengan tetap berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan agar penanganan tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan.
“Kasus ini terus kami dalami. Saat ini penyidik tengah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya,” tutur Kombes Yudhis.
Sebagai bentuk transparansi, pihak kepolisian memastikan pelapor selalu mendapat pembaruan perkembangan kasus melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) secara berkala.
Di penghujung penjelasannya, Kombes Yudhis mengimbau masyarakat agar senantiasa bijak bermedia sosial dan tidak menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya karena dapat menimbulkan kerugian, baik secara moral maupun hukum.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

