Repelita Jakarta - Riak internal Partai Golkar kembali menyeruak ke permukaan dengan wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa yang semakin santer terdengar di kalangan elite partai berlambang pohon beringin.
Gelombang desakan Munaslub yang disebut-sebut bakal digelar pada penghujung tahun 2025 ini diwarnai isu utama tentang rencana pencopotan Bahlil Lahadalia dari kursi Ketua Umum Golkar yang selama ini dikenal sebagai salah satu loyalis Presiden Joko Widodo.
Sinyal restu untuk agenda Munaslub diyakini datang dari lingkaran kekuasaan yang menginginkan penyegaran sekaligus peralihan kepemimpinan menjelang dinamika politik nasional yang kian memanas seiring reshuffle kabinet.
Beberapa faksi di tubuh Golkar disebut sudah menyiapkan langkah untuk mengamankan suksesi ketua umum agar partai tetap solid di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
Nama Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang, muncul sebagai salah satu figur yang paling sering disebut sebagai kandidat pengganti Bahlil.
Walau demikian, catatan perjalanan politik Nusron memunculkan tanda tanya di kalangan internal.
Pasalnya, pada Pilpres 2014 silam, Nusron sempat dianggap membelot dari garis partai ketika Golkar resmi mendukung pasangan Prabowo-Hatta, tetapi dirinya justru mendukung Jokowi-JK dan berujung pemecatan dari keanggotaan Golkar.
Posisi Nusron memang sempat direhabilitasi lewat kubu Agung Laksono, tetapi jejak loyalitasnya terhadap Jokowi hingga kini masih lekat di memori elite partai.
Setelah mendukung Jokowi, Nusron bahkan dipercaya memimpin BNP2TKI sebagai kepala lembaga di era pemerintahan Jokowi.
Catatan ini memicu perdebatan apakah suksesi kepemimpinan di Munaslub benar-benar akan memutus dominasi loyalis Jokowi di Golkar.
Di luar Nusron, nama Meutya Hafid justru semakin santer dibicarakan.
Menteri Komunikasi dan Digital tersebut dinilai punya posisi netral dan memiliki hubungan baik dengan Presiden Prabowo Subianto yang dapat menjadi modal politik penting jika Munaslub digelar.
Nama Meutya Hafid mulai dikenal publik sejak ia disandera di Irak pada tahun 2005 ketika meliput sebagai jurnalis Metro TV.
Setelah terjun ke politik, Meutya tercatat pernah memimpin Komisi I DPR RI untuk periode 2019–2024 dan menjadi mitra kerja Kementerian Pertahanan yang kala itu dipimpin langsung oleh Prabowo.
Selama menjabat sebagai Ketua Komisi I, Meutya dinilai mampu mengawal kebijakan strategis pertahanan dengan mulus, sehingga kedekatannya dengan Prabowo dinilai turut mengantar dirinya menempati kursi Menteri Komunikasi dan Digital di kabinet terbaru.
Jika Munaslub jadi dilaksanakan, banyak yang memprediksi Meutya Hafid punya peluang besar untuk menduduki jabatan Ketua Umum Golkar.
Bahkan, jika terwujud, Meutya berpotensi menjadi perempuan pertama yang menakhodai Golkar sepanjang sejarah partai tertua di Indonesia tersebut.
Peta politik internal Golkar juga mengarah pada kalkulasi bahwa Munaslub bisa dijadikan momentum untuk benar-benar membersihkan sisa-sisa loyalis Jokowi di tubuh partai.
Dengan rekam jejak yang netral dan relasi politik yang sejalan dengan visi Prabowo, Meutya dinilai dapat menjembatani kepentingan koalisi menuju Pilpres 2029.
Kini sorotan tertuju pada akhir tahun ini, saat publik menunggu apakah Partai Golkar benar-benar akan berganti pemimpin dan membuka lembaran sejarah baru bersama figur perempuan di puncak kepemimpinan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

