Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Tuntutan Pemberhentian Gibran Terlunta di DPR, Purnawirawan TNI Tak Lagi Diam

Repelita Jakarta - Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menjadi sorotan setelah Forum Purnawirawan TNI melayangkan surat resmi kepada DPR RI.

Surat bertanggal 26 Mei 2025 itu berisi desakan agar DPR dan MPR segera memproses pemakzulan Wapres Gibran atas dugaan pelanggaran etika dan konstitusi terkait pencalonannya di Pilpres 2024.

Namun hingga awal Juli 2025, pimpinan DPR mengklaim belum menerima surat tersebut secara resmi.

Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut surat dari Forum Purnawirawan masih berada di Sekretariat Jenderal DPR dan belum sampai ke meja pimpinan.

"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7).

Merespons lambannya tindak lanjut DPR, sejumlah tokoh masyarakat kembali bersuara.

Aktivis sosial Muhammad Said Didu menyebut sikap partai, parlemen, dan elite politik seolah mengabaikan aspirasi rakyat.

“Saat rakyat ingin bersihkan dan luruskan kesalahan bangsa lewat pemakzulan Gibran, justru Partai, Parlemen, dan tokoh hanya menjadikan sebagai musik untuk main poco-poco,” cuitnya di akun media sosial X.

Ia juga mengajak semua elemen untuk bersatu mendorong perbaikan bangsa dan menghentikan apa yang ia sebut sebagai “tarian poco-poco rezim, parpol, dan tokoh.”

Forum Purnawirawan TNI bersama masyarakat sipil pun kembali mengambil sikap.

Mereka mengadakan konferensi pers untuk menyoroti ketidaksigapan parlemen menanggapi permintaan pemakzulan.

Dalam acara tersebut, mereka menegaskan bahwa pencalonan Gibran dinilai cacat hukum karena lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial.

Meski begitu, sejumlah pakar hukum tata negara menilai bahwa usulan pemakzulan tersebut belum memiliki dasar hukum yang kuat.

Dr. Yance Arizona dari Universitas Gadjah Mada menyebut bahwa permintaan pemakzulan harus mengikuti mekanisme konstitusional sesuai UUD 1945.

Menurutnya, proses pemakzulan tak bisa hanya dilandasi opini publik atau tekanan politik, tetapi harus melalui pemeriksaan Mahkamah Konstitusi atas usul resmi DPR yang didukung 2/3 anggota.

Jika terbukti, MPR akan memutuskan pemberhentian dengan kuorum minimal 3/4 kehadiran dan persetujuan 2/3 anggota.

Purnawirawan TNI menyatakan akan terus mengawal proses ini, meskipun menghadapi hambatan politik di parlemen.

Mereka menganggap tuntutan ini sebagai bentuk perjuangan konstitusional untuk menjaga integritas demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved