
Repelita Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri berhasil membongkar kegiatan penambangan batu bara tanpa izin di wilayah Ibu Kota Nusantara dan kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kecamatan Semboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Tiga orang pelaku sudah ditangkap karena diduga membeli, menjual, dan mengirimkan batu bara ilegal tanpa izin resmi.
Nilai kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan menembus Rp5,7 triliun.
Brigjen Pol Nunung Syaifuddin selaku Direktur Tipidter Bareskrim Polri menjelaskan, penertiban ini dilakukan demi menjaga sumber daya alam negara.
Ia menegaskan kawasan IKN adalah simbol kedaulatan pemerintahan, sehingga aktivitas tambang ilegal di area tersebut harus diberantas tuntas.
Nunung mengungkapkan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan aktivitas bongkar muat batu bara di Kecamatan Semboja.
Tim Bareskrim langsung turun ke lapangan pada 23 sampai 27 Juni 2025 untuk menyelidiki.
Proses penyelidikan melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Otorita IKN, Surveyor Indonesia, serta Polda Kalimantan Timur.
Batubara yang ditangkap polisi terbukti berasal dari kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto dan lahan IKN.
Hasil penyidikan menetapkan tiga orang tersangka yaitu YH, CH, dan MH.
Perusahaan yang terlibat tercatat MMJ dan BMJ.
YH dan CH berperan menjual hasil tambang ilegal, sedangkan MH membeli sekaligus menjualnya kembali.
Modusnya, batu bara ilegal dikumpulkan di gudang, dikemas ke karung, lalu diangkut dalam kontainer ke Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal.
Di pelabuhan, kontainer dibekali dokumen resmi milik perusahaan pemegang izin produksi, seolah-olah batu bara itu legal.
Dalam pengungkapan ini, penyidik memeriksa 18 saksi dari berbagai pihak, termasuk KSOP Balikpapan, agen pelayaran, perusahaan pemilik IUP, penambang, hingga ahli Kementerian ESDM.
Barang bukti berupa 351 kontainer berisi batu bara disita, 248 kontainer diamankan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan 103 kontainer lain masih diverifikasi di Balikpapan.
Selain itu, polisi mengamankan 11 truk trailer dan 7 alat berat, dengan 2 unit disita dan 5 unit diamankan di lokasi hutan.
Sejumlah dokumen penting turut disita, mulai dari surat asal barang, laporan verifikasi, surat pengiriman, dokumen IUP OP, hingga izin pengangkutan dan penjualan.
Nunung menyebutkan praktik tambang liar ini diperkirakan sudah berjalan sejak 2016 hingga 2025.
Kerugian negara dihitung dari kerusakan cadangan batu bara serta kerusakan hutan seluas ribuan hektare.
Kerugian ditaksir mencapai Rp5,7 triliun dan angka ini bisa bertambah karena penyidikan masih berlangsung.
Para tersangka dijerat Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Penyidik juga tengah mengembangkan kasus ini dengan memburu pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk penambang, penyedia dokumen izin palsu, hingga pelaku yang membantu jalannya aktivitas ilegal tersebut.
Polisi memastikan pasal TPPU juga diterapkan agar jalur perputaran uang hasil tambang ilegal ini bisa diusut tuntas. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

