Repelita Jakarta - Surat permohonan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Surat tersebut berasal dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI dan dikirim pada 26 Mei lalu.
Dalam dokumen itu, mereka menyatakan bahwa Gibran diduga melakukan pelanggaran terhadap prinsip hukum dan etika publik.
Sejumlah purnawirawan tinggi menandatangani surat tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi demokrasi dan supremasi hukum.
Sekretariat Jenderal DPR telah mencatat penerimaan surat itu secara administratif.
Namun hingga kini surat tersebut belum dibacakan dalam rapat paripurna DPR.
Pimpinan DPR menyatakan surat masih berada dalam proses tata usaha sebelum masuk ke agenda resmi.
Wakil Ketua DPR menyebut surat itu akan terlebih dahulu dibahas dalam rapat pimpinan dan badan musyawarah.
Beberapa fraksi di DPR mulai merespons munculnya surat tersebut dengan berbagai sikap.
Fraksi PDIP menilai DPR harus memberikan tanggapan resmi atas aspirasi itu.
Menurut mereka, permintaan tersebut adalah bentuk keprihatinan masyarakat yang harus dihargai secara konstitusional.
PDIP meminta agar DPR tidak bersikap pasif dan segera memberi kepastian apakah surat tersebut akan ditindaklanjuti.
Sementara itu, Fraksi Golkar menyatakan bahwa Gibran telah terpilih secara sah melalui pemilu.
Mereka menilai tidak ada alasan kuat secara hukum untuk memproses pemakzulan tersebut.
Golkar meminta agar setiap langkah tetap berada dalam koridor konstitusi dan tidak mencederai proses demokrasi.
Fraksi PKB menyatakan akan mempelajari isi surat tersebut melalui mekanisme internal komisi dan rapat dewan.
Mereka menganggap surat tersebut sebagai aspirasi yang perlu diuji secara konstitusional.
Fraksi NasDem menekankan pentingnya proses administrasi berjalan terlebih dahulu sebelum menanggapi substansi.
Surat pemakzulan yang ditandatangani oleh ratusan purnawirawan itu juga memuat kekhawatiran tentang konflik kepentingan dan pelanggaran netralitas institusi.
Beberapa pihak juga mengusulkan agar dilakukan rapat dengar pendapat antara DPR dan para pengusul.
Publik mulai mempertanyakan mengapa surat yang sudah masuk sejak akhir Mei belum dibahas dalam forum resmi DPR.
Sejumlah analis menilai lambatnya respon DPR mencerminkan kegamangan dalam menyikapi tekanan politik yang datang dari berbagai arah.
Jika DPR dan MPR sepakat menindaklanjuti surat tersebut, maka proses selanjutnya akan melibatkan Mahkamah Konstitusi.
Proses ini bisa memakan waktu panjang karena harus melewati tahapan pembuktian hukum secara menyeluruh.
Pakar hukum tata negara menyebut bahwa pemakzulan wakil presiden tidak bisa dilakukan tanpa dasar konstitusional yang kuat.
Saat ini publik menunggu apakah DPR akan memberi sinyal serius atau hanya menjadikan surat itu sebagai dokumen tanpa tindak lanjut politik.
Sementara itu, Forum Purnawirawan menyatakan siap menghadiri pembahasan resmi di parlemen jika diundang.
Situasi ini menempatkan DPR dalam posisi strategis untuk menunjukkan komitmennya terhadap aspirasi masyarakat dan supremasi hukum.
Surat pemakzulan Gibran kini menjadi salah satu isu paling krusial dalam dinamika politik nasional.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

