Repelita Jakarta - Pernyataan Presiden Jokowi tentang dosen pembimbing skripsinya kembali menuai sorotan setelah diklarifikasi bahwa Pak Kasmudjo bukan pembimbing akademik maupun skripsi.
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut inkonsistensi ini sebagai kebohongan terbuka yang tidak bisa diabaikan.
Menurut Refly, awalnya Jokowi memperkenalkan Pak Kasmudjo sebagai pembimbing skripsi dalam acara resmi, namun kemudian menyatakan bahwa Kasmudjo hanya pembimbing akademik.
Refly menegaskan, keterangan dari Kasmudjo sendiri yang menyatakan bahwa ia bukan pembimbing apapun bagi Jokowi, menjadi titik terang dari kejanggalan yang selama ini dipertanyakan.
Hal ini disampaikannya dalam video di kanal YouTube yang menyita perhatian publik, memperkuat dugaan adanya ketidaksesuaian dalam narasi resmi tentang riwayat akademik Jokowi.
Refly juga menyoroti standar ganda dalam penegakan hukum, di mana pihak-pihak seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa malah dituduh menyebar berita bohong, padahal menurutnya kebohongan itu justru datang dari pihak penguasa.
Ia menyebut penegak hukum kehilangan moral standing ketika tidak berani menyentuh sumber kebohongan sebenarnya, padahal masyarakat sudah menyaksikan ketidaksesuaian pernyataan secara terbuka.
Refly pun mengaitkan kebohongan tentang Kasmudjo dengan polemik ijazah Jokowi secara keseluruhan.
Ia menyebut, satu kebohongan membuka jalan mengungkap kebohongan lain yang lebih besar.
Baginya, sikap diam dari tokoh-tokoh intelektual yang berada di lingkaran kekuasaan memperparah situasi.
Mengutip Plato, Refly mengatakan, banyak orang enggan mendengar kebenaran karena merasa diuntungkan dari kebohongan itu sendiri.
Refly menyimpulkan bahwa kasus Kasmudjo bukan soal kecil, melainkan gambaran dari krisis kejujuran yang lebih luas, yang seharusnya menjadi perhatian serius semua elemen bangsa. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok
