Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Menteri dan Wamen PKP Beda Arah, Program 3 Juta Rumah Terancam Gagal Total

 

Repelita Jakarta - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang dibentuk pada era Presiden Prabowo Subianto kini menghadapi riak internal.

Perbedaan sikap antara Menteri Maruarar Sirait dan Wakil Menteri Fahri Hamzah dalam merespons sejumlah isu strategis membuat ketegangan kebijakan mencuat ke permukaan.

Salah satu pemicu konflik adalah usulan attachment earnings sebagai solusi pembiayaan rumah yang diajukan Fahri tanpa koordinasi dengan Maruarar.

Perbedaan pandangan keduanya juga menyentuh isu ukuran rumah subsidi hingga opsi pinjaman luar negeri.

Fahri memandang perlu adanya keterlibatan lembaga keuangan global, seperti World Bank dan AIIB, dalam skema pembiayaan rumah murah, sementara Maruarar justru menegaskan penolakannya atas pinjaman luar negeri demi menjaga prinsip kemandirian fiskal.

Friksi kian terbuka ketika Fahri menyatakan kesiapan lembaga internasional menggelontorkan minimal USD 1 miliar per tahun untuk proyek perumahan.

Namun, Maruarar menegaskan pinjaman tersebut bukan berasal dari keputusan menteri.

Ia menyatakan telah menghentikan seluruh usulan pinjaman dari luar.

Maruarar menilai kerja sama lintas sektor dalam negeri lebih ideal.

Ia mengandalkan investasi dari BPI Danantara dan relaksasi perbankan nasional.

Sementara itu, terkait ukuran rumah subsidi, Maruarar sempat membuka opsi hunian 18 meter persegi, bahkan terbuka pada mock-up rumah subsidi 14 meter persegi dari pihak swasta.

Sebaliknya, Fahri menentang keras gagasan itu.

Ia menilai ukuran tersebut tidak manusiawi dan melanggar UU Nomor 1 Tahun 2011 yang menetapkan standar rumah layak huni.

Fahri juga menyebut ukuran rumah subsidi semestinya berada di kisaran 36-40 meter persegi agar sesuai standar global dan kebutuhan keluarga.

Perseteruan semakin mencuat setelah Lippo Group memamerkan rumah 14 meter persegi di Jakarta.

Fahri menyatakan rumah sekecil itu hanya boleh dibangun dalam skema komersial, bukan social housing.

Sementara Maruarar tetap membuka ruang dialog sembari menunggu hasil evaluasi.

Ketidaksepahaman lain muncul dalam skema attachment earnings yang dilontarkan Fahri.

Menurutnya, mekanisme potong gaji langsung pekerja melalui perusahaan ke bank bisa mengatasi pembiayaan tanpa membebani APBN.

Skema ini bahkan diklaim mampu memotong prosedur kredit yang rumit dan mempercepat kepemilikan rumah untuk MBR.

Namun Maruarar menyatakan belum mengetahui detail resmi usulan itu.

Ia menegaskan semua ide kebijakan seharusnya melalui jalur formal dan dikomunikasikan secara langsung kepada menteri.

Ketegangan di tubuh Kementerian PKP ini membuat publik bertanya-tanya soal arah soliditas tim Prabowo dalam merealisasikan Program 3 Juta Rumah.

Sikap Hashim Djojohadikusumo, Ketua Satgas Perumahan, yang justru mendukung skema pinjaman luar negeri, turut menambah sorotan.

Ia menyatakan, “Itu biar Pak Fahri yang mengurus,” menegaskan tidak ada pembatalan rencana pinjaman asing.

Ketidaksinkronan posisi antara menteri, wamen, dan satgas ini membuka ruang spekulasi tentang komunikasi yang belum solid dalam struktur kebijakan sektor perumahan nasional.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved