Repelita Jakarta - Dua tokoh politik oposisi kembali jadi sorotan publik setelah masing-masing dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun dalam dua kasus berbeda yang mencuat bersamaan.
Kasus pertama menjerat Tom Lembong, mantan Kepala BKPM, dalam dugaan penyalahgunaan impor gula.
Sementara kasus kedua dialamatkan kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait dugaan suap dalam pergantian antar waktu anggota DPR dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Kesamaan angka tuntutan pidana tujuh tahun untuk keduanya memantik kecurigaan warganet.
Publik menilai terdapat pola yang janggal dalam proses hukum ini.
Salah satu komentar datang dari akun @BosPurwa di platform X yang menulis, "Tom Lembong dituntut 7 tahun. Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun. Jokowi mantan Presiden RI ke-7. Bisa pas gtu ya angkanya?🙄"
Cuitan tersebut langsung memancing reaksi dari ribuan pengguna lainnya.
Komentar bernada sarkasme muncul seperti, "Order dari mantan si 7, kah?", dan "Sesuai pesanan, hukumannya mungkin biar estetik."
Warganet lain juga menyindir bahwa angka 7 seperti sudah dirancang, "Sebenarnya yang tuntutan Tom Lembong itu bingung, jadi mending samain aja?"
Di sisi lain, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo menilai tuntutan terhadap Tom Lembong terlalu berat.
Menurutnya, jaksa tidak berhasil membuktikan adanya aliran dana atau keuntungan pribadi yang dinikmati Tom dari dugaan korupsi.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun tidak berhasil membuktikan adanya aliran dana kepada Tom Lembong atau menikmati hasil korupsi," ujar Yudi.
Sementara itu, kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut bahwa kasus yang dihadapi kliennya merupakan bentuk kriminalisasi politik.
Ia menilai proses hukum terhadap Hasto tidak dapat dilepaskan dari motif politis.
Maqdir menegaskan bahwa perkaranya tidak murni tindak pidana, tetapi sarat kepentingan kekuasaan.
"Saya kira hal yang sangat perlu mendapat perhatian kita bahwa perkara ini bukan perkara kejahatan murni, tetapi ini adalah seperti berulang kali kami katakan, ini adalah perkara politik yang dikriminalkan," ucap Maqdir.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.