
Repelita Jakarta - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, mengecam keras kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening tidak aktif selama tiga bulan.
Pernyataan tersebut ia sampaikan pada Rabu, 30 Juli 2025, menyusul temuan PPATK terkait ratusan ribu rekening dormant yang disebut telah lama tidak digunakan dan tanpa pembaruan data.
Menurut Jumhur, langkah PPATK ini tidak masuk akal dan sangat merugikan rakyat.
Ia menilai pemblokiran sepihak atas rekening masyarakat yang tidak aktif adalah kebijakan serampangan dan membahayakan.
"Jangan gara-gara melacak segelintir orang jahat lalu mengorbankan jutaan rakyat lainnya. Ini sama saja ada 100 pisau dapur dipakai membunuh orang, puluhan juta pisau dapur untuk sementara disita negara. Ini kan logika sontoloyo namanya," ujarnya.
Lebih lanjut, Jumhur menilai PPATK justru melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Ia menyebut seharusnya fokus utama PPATK adalah mengejar rekening jumbo yang terkait dengan dugaan korupsi, bukan rekening warga biasa yang hanya tidak aktif sementara waktu.
Menurutnya, publik menunggu tindak lanjut nyata dari temuan PPATK sebelumnya yang menyebut Rp510,23 triliun dana proyek strategis nasional (PSN) diduga mengalir ke kantong para aparatur sipil negara dan politikus.
"Itu uang banyak banget sampai ratusan triliun rupiah tidak jelas tapi kok malah didiamkan, bukannya diusut tuntas," tegas Jumhur.
Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI itu menambahkan, pemblokiran rekening warga tanpa dasar jelas hanya akan menambah penderitaan masyarakat.
Ia meminta PPATK membatalkan kebijakan tersebut dan mengarahkan fokus ke tindak lanjut kasus-kasus besar yang menyangkut keuangan negara.
Ia menegaskan, tidak aktifnya rekening selama beberapa bulan belum tentu berkaitan dengan tindak kejahatan.
Terlebih lagi, masyarakat kini kerap memiliki lebih dari satu rekening untuk tujuan berbeda.
Dengan kemajuan teknologi digital, membuka rekening sangat mudah, dan pemanfaatannya adalah hak penuh dari pemiliknya.
Senada dengan itu, Staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Arianto Harefa, juga menyampaikan keberatannya.
Ia mengatakan kebijakan ini telah merugikan konsumen, karena pemblokiran dilakukan secara sepihak oleh bank berdasarkan surat dari PPATK, tanpa konfirmasi atau pemberitahuan lebih dulu.
Menurutnya, sejumlah aduan telah masuk ke YLKI dari nasabah yang mendadak tidak bisa mengakses rekening mereka, padahal tidak merasa melakukan tindakan mencurigakan.
“Menurut kami sebagai lembaga perlindungan konsumen, sebenarnya kebijakan dari PPATK ini sangat merugikan konsumen. Dilakukan secara sepihak dan belum terkonfirmasi,” ujar Arianto Harefa pada 30 Juli 2025.
Ia menilai pendekatan seperti itu bertentangan dengan prinsip keadilan.
Jika pun ditemukan indikasi, semestinya dilakukan penyelidikan terlebih dahulu, bukan langsung mengambil tindakan ekstrem berupa pemblokiran dana masyarakat.
“Kalau misalnya hanya temuan saja, terus dilakukan pemblokiran secara sepihak tanpa ada konfirmasi kepada yang bersangkutan atau yang memiliki nomor rekening itu, menurut kami itu tidak adil, tidak fair,” sambungnya.
Ari juga menyoroti perlunya keterbukaan informasi dan komunikasi yang jelas antara pihak bank dan konsumen.
Menurutnya, pemblokiran semestinya disertai penjelasan resmi serta kesempatan bagi nasabah untuk membela diri atau mengajukan keberatan.
Selain itu, ia menilai penting bagi pihak bank dan PPATK menjelaskan status dana yang diblokir—apakah akan dikembalikan, disimpan, atau diambil alih.
“Itu perlu penjelasan karena hal itu masih belum kami mendapatkan jawabannya dari PPATK,” terang Arianto Harefa.
Ia mengingatkan bahwa memiliki rekening yang tidak digunakan dalam jangka waktu lama adalah hal yang lumrah.
Kondisi ini biasanya terjadi karena masyarakat memiliki dua rekening: satu untuk transaksi sehari-hari, dan satu lagi disimpan untuk kebutuhan jangka panjang seperti pendidikan anak atau masa pensiun.
Dalam situasi seperti ini, nyaris tidak ada transaksi rutin, namun bukan berarti rekening tersebut berindikasi kejahatan.
Ari menegaskan bahwa kebijakan PPATK tersebut belum memiliki landasan logika yang kuat dan hanya memperbesar keresahan di tengah publik. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

