Repelita Jakarta - Budayawan senior Goenawan Mohamad menanggapi penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional dengan catatan kritis yang disampaikan melalui akun X @gm_gm pada 17 Juli 2025.
Menurut Goenawan, tanggal tersebut justru merekam babak kelam sejarah Indonesia yang sebaiknya menjadi pengingat ancaman antidemokrasi, bukan untuk dirayakan sebagai hari kebudayaan.
Ia mengingatkan pada peristiwa 17 Oktober 1952, ketika militer mengepung Istana Negara dengan meriam dan massa pendukung menyerbu parlemen, mendesak Presiden Soekarno agar membubarkan DPR.
Dalam momen genting itu, Bung Karno menegaskan sikapnya di depan publik dengan berkata, Saya tidak mau jadi diktator.
Goenawan berpendapat, benar DPR kala itu tidak selalu membela pemerintahan bersih dan demokratis, tetapi pembubaran parlemen tidak bisa dibenarkan karena akan mencabut akar demokrasi.
Ogah demokrasi bisa saja terjadi, ucapnya, tetapi kondisi saat ini menuntut kewaspadaan, sebab demokrasi sudah ditelikung kepentingan uang dan korupsi yang meluas.
Tanpa kebebasan untuk mengawasi dan mengkritik, menurutnya, Indonesia berisiko kehilangan jaminan dasar agar tak muncul diktator baru.
Tanpa kebebasan itu, siapa yang bisa secara meyakinkan berkata, saya tak mau jadi diktator?
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang terbit pada 7 Juli 2025.
Dalam SK itu ditegaskan bahwa kebudayaan menjadi pondasi penting dalam pembangunan bangsa, pembentuk karakter nasional, penguat jati diri, serta pendukung pembangunan berkelanjutan.
SK tersebut juga memastikan bahwa meskipun ditetapkan sebagai Hari Kebudayaan Nasional, tanggal 17 Oktober tidak termasuk hari libur nasional.
Selain melestarikan warisan, kebudayaan disebut akan berperan aktif dalam pendidikan, ekonomi kreatif, hingga hubungan internasional.
Penetapan ini juga diharapkan meneguhkan posisi Indonesia dalam peta peradaban global lewat pelestarian budaya.
Namun dalam dokumen resmi tidak disebutkan alasan jelas pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan.
Tanggal tersebut bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto.
Sampai berita ini ditulis, belum ada penjelasan resmi yang mengonfirmasi keterkaitan penetapan Hari Kebudayaan dengan tanggal lahir Presiden Prabowo.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

