Repelita Mataram - Istri Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Farky, diam-diam menemui Elma Agustina, istri mendiang Brigadir Nurhadi, dengan maksud meminta agar kasus kematian Nurhadi tidak diperpanjang ke ranah hukum.
Kedatangan Farky saat itu ditemani istri Ipda Haris Chandra.
Farky dikenal sebagai anggota Bhayangkari yang kerap mendampingi Kompol Yogi dalam acara resmi, termasuk saat upacara perpisahan di Polresta Mataram pada 1 November 2024, menjelang penugasan baru di Polda NTB.
Kini ia menjadi sorotan setelah suaminya dijadikan tersangka atas kasus kematian Brigadir Nurhadi yang terjadi pada 16 April 2025 di Gili Trawangan.
Elma Agustina, istri korban, mengaku telah didatangi oleh sejumlah pihak termasuk istri dua tersangka.
Ia menyebut kedatangan mereka dimaksudkan agar tidak membawa perkara ini ke jalur hukum.
Selain itu, Elma membantah keras tuduhan bahwa dirinya menerima uang Rp400 juta dari pihak tersangka.
“Itu semua fitnah. Saya tidak akan menukar nyawa suami saya dengan uang. Tidak pernah ada uang 400 juta itu, demi Allah. Seperti apa yang 400 juta saja tidak pernah saya lihat,” ucap Elma pada Jumat, 11 Juli 2025 malam.
Tuduhan lain yang menyebut almarhum ikut dalam pesta narkoba saat berada di vila Gili Trawangan juga dibantah oleh Elma.
Ia menegaskan bahwa suaminya bukan perokok, apalagi pemakai narkotika.
Elma menyebut bahwa suaminya menjadi korban paksaan dan bukan pelaku.
“Merokok saja dia tidak bisa, apalagi memakai obat-obatan dan minum minuman keras. Itu sama sekali tidak benar. Saya merasa dia dicekoki, dipaksa,” ungkap Elma.
Nurhadi selama hidup dikenal sebagai pribadi pendiam, rajin ibadah, dan selalu mengikuti nasihat keluarga.
Kakaknya, Dewi, mengatakan bahwa Nurhadi adalah sosok yang sangat penurut dan jujur.
"Dia itu adik saya yang sangat baik dan penurut. Dia selalu menuruti apa saja yang saya nasehati. Bagaimana saya bisa menerima kematiannya, karena semua itu tidak wajar, itu tidak adil untuk dia," kata Dewi.
Dewi dan Elma tidak percaya bahwa Nurhadi menggoda wanita, menggunakan narkoba, atau mabuk-mabukan.
Menurut mereka, jika semua itu terjadi, pasti karena dipaksa oleh pihak lain.
Sebelum berangkat, Nurhadi berpamitan dengan keluarga dan mengaku akan menemani atasannya, Kompol Yogi, dalam tugas ke Gili Trawangan.
Setibanya di lokasi, ia sempat melakukan panggilan video dari kamar dan tampak sehat.
Anak kedua mereka yang berusia lima tahun sempat menelepon ayahnya sekitar pukul 17.00 WITA, namun tidak diangkat.
Kabar kematian baru diterima keluarga pada Kamis, 17 Mei 2025 pukul 02.00 WITA.
Saat Nurhadi meninggal, Elma baru satu bulan melahirkan anak kedua mereka.
Kini ia harus mengasuh dua putra, masing-masing berusia lima tahun dan empat bulan.
Pihak keluarga keberatan atas penerapan pasal 351 ayat 3 KUHP oleh penyidik terhadap tersangka.
Kuasa hukum keluarga, Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf, menilai ancaman hukuman tujuh tahun tidak sebanding dengan peristiwa yang terjadi.
Menurut Genta, terdapat bukti kuat bahwa Nurhadi merupakan korban pembunuhan dan mestinya dikenakan pasal 338 KUHP.
Ia menyatakan hasil autopsi dan keterangan forensik menguatkan dugaan tersebut.
Genta menilai narasi yang berkembang selama ini tidak mencerminkan kebenaran dan hanya menutupi motif sebenarnya.
"Karena menurut pengakuan keluarga, almarhum adalah orang yang sangat jauh dari rokok, minuman keras, apalagi narkotika," tegasnya.
Pihak keluarga meminta aparat penegak hukum menggali motif sesungguhnya dan menuntut keadilan atas kematian Nurhadi.
Istri korban, Elma Agustina, berharap agar pelaku dihukum setimpal dengan perbuatannya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

