Repelita Semarang - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Wing Wiyarso, mengaku menerima arahan dari suami mantan Wali Kota Semarang, Alwin Basri, untuk memberikan sejumlah proyek penunjukan langsung kepada pihak tertentu.
Pengakuan ini diungkapkan Wing dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan Alwin di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat.
Wing menyebutkan tiga nama yang datang ke kantornya sebagai rekan Alwin, yaitu M, K, dan Z.
Ketiganya disebut Wing mengajukan diri untuk mengerjakan proyek di Disbudpar.
“Pada saat itu kami sempat mendapatkan arahan untuk menerima tamu dari kolega dari Pak Alwin. Waktu itu ada Pak M, Pak K, dan Z,” kata Wing pada Senin, 14 Juli 2025.
Ketiga orang tersebut datang secara bergiliran dan menyampaikan bahwa mereka ditugaskan oleh Alwin Basri untuk mengerjakan beberapa proyek penunjukan langsung di Disbudpar.
Wing mengaku sempat meminta arahan kepada Mbak Ita mengenai kedatangan mereka, namun menurutnya jawaban yang diberikan tidak tegas.
“Kami memohon arahan, apakah dilaksanakan sesuai normatif atau sesuai dhawuh (perintah). Bu Ita tidak menjawab secara tegas, tapi hanya menyampaikan ‘ngono wae kok ora ngerti (begitu saja tidak tahu).’ Interpretasi saya ya dibantu,” jelasnya.
Wing menunjuk Z sebagai pelaksana kajian, meskipun hasil kerja Z dinilai bermasalah karena beberapa laporan awalnya tidak sesuai harapan dan ditemukan unsur copy-paste.
“Pada saat pelaksanaan kajian yang saya hadiri langsung, ketahuan hanya copy-paste,” tambah Wing.
Jaksa Penuntut Umum membeberkan lima proyek kajian senilai puluhan juta rupiah yang dikerjakan Z sepanjang 2023, termasuk kajian kawasan wisata Tinjomoyo dan inventarisasi industri pariwisata.
Wing menyatakan proyek tersebut diberikan secara bertahap dan keterlibatan ketiga orang itu hanya terjadi di awal tahun 2023.
Pada 2024, ketiganya tidak lagi dilibatkan karena kualitas pekerjaan dianggap tidak memuaskan.
Wing mengungkapkan bahwa Alwin dan Mbak Ita sempat memberi tekanan kepadanya terkait proses pelaksanaan kegiatan.
“Pak Alwin dan Ibu agak keras ke saya. Proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh kami selalu di-review secara langsung oleh beliau. Ya, menurut kami bukan masalah. (Dicari-cari kesalahan?) Ya, kurang lebih seperti itu,” ujarnya.
Mbak Ita yang hadir sebagai terdakwa membantah mengenal Z dan memberi persetujuan terkait proyek tersebut.
“Pak Wing ini kok penuh kebohongan. Tadi menyampaikan ‘kok koyo ngono’ sepengetahuan Saudara Saksi, saya itu seperti apa sih?” katanya.
Ia mempertanyakan mengapa Wing menyebutnya keras dan menyatakan tidak pernah mengenal Z maupun menerima laporan mengenai orang tersebut.
“Saya kecewanya apa, wong Saudara nggak melaporkan apapun terhadap Saudara Z. Saya juga nggak kenal dengan Saudara Z. Terus kemudian saya (dibilang) berubah itu,” jelasnya.
Alwin juga membantah pernah mengenalkan ketiga orang yang disebut sebagai koleganya.
“Saya nggak pernah telepon dan memperkenalkan tiga orang tadi ini,” ucapnya.
Wing mengatakan Alwin memberitahukan bahwa ketiganya adalah rekanannya melalui ajudan, namun Alwin membantah memiliki ajudan.
“Saya nggak punya ajudan,” kata Alwin.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa Mbak Ita dan Alwin menerima suap dari pengusaha terkait proyek di Kota Semarang.
Uang suap tersebut mencapai Rp 2 miliar dari Direktur PT Chimader777 dan juga ada proyek pengadaan meja dan kursi SD senilai Rp 20 miliar yang diduga diatur dengan komitmen fee 10 persen.
Proyek tersebut disetujui oleh Mbak Ita dan disampaikan kepada pejabat terkait di Pemerintah Kota Semarang.
Jaksa menilai pengadaan itu sarat intervensi politik dan ekonomi, bukan berdasarkan pertimbangan teknis.
“Setelah Terdakwa II mengetahui uang tersebut sudah siap diserahkan, Terdakwa II meminta agar Rachmat menyimpan uang tersebut terlebih dahulu dan diambil sewaktu-waktu,” kata Jaksa.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

