Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

APBN Tertekan, Rakyat Kecil Bayar Pajak, Elit Dapat Karpet Merah

 Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kedua kanan), Thomas Djiwandono (keempat kiri) dan Anggito Abimanyu (kanan) bersama pejabat eselon 1 Kemenkeu berbincang usai konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). (Salman Toyibi/Jawa Pos)

Repelita Jakarta - Perekonomian nasional menghadapi tekanan serius akibat perlambatan global yang dipicu konflik Iran-Israel dan ketegangan perdagangan internasional.

Kondisi ini menjadi hambatan besar terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang dicanangkan pemerintah.

Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp662 triliun atau 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu, kelompok masyarakat kecil tetap dibebani pajak dalam setiap transaksi konsumsi mereka.

Di sisi lain, kelompok konglomerat dan pemilik sumber daya alam justru dinilai bisa menghindari kewajiban pajak dengan menyimpan kekayaan di luar negeri.

Aktivitas ekonomi mulai dari sektor perdagangan, industri, hingga investasi mengalami pelemahan.

Direktur Keadilan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar, menyebut perlambatan ini tampak nyata dalam menurunnya konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto.

“Data PMTB dan konsumsi rumah tangga menunjukkan laju investasi dan belanja publik kita melambat,” jelasnya pada Jumat, 4 Juli 2025.

Menurutnya, program hilirisasi belum menghasilkan nilai tambah yang nyata, sementara penerimaan negara dari sektor sumber daya alam juga mengalami penurunan.

Kondisi ini makin memperburuk posisi neraca perdagangan yang mengalami pelebaran defisit.

Di tengah tekanan fiskal, Indonesia menghadapi kenyataan paradoksal sebagai negara berpendapatan menengah ke atas dengan jumlah penduduk miskin dan rentan mencapai 194,7 juta jiwa.

“Struktur ekonomi kita justru mempercepat terjadinya ketimpangan,” tambah Media.

Ia menyoroti ketidakadilan sistem perpajakan nasional.

Rakyat kecil dikenakan pajak konsumsi secara ketat, sementara para elite menggunakan berbagai celah hukum dan jasa konsultan pajak untuk menghindari kewajiban mereka.

“Mereka punya konsultan pajak dan seribu cara untuk mengakali pajak penghasilan mereka. Sistem ekonomi kita sangat tidak adil,” tegasnya.

Pemerintah dinilai terlalu memberi kemudahan pada korporasi besar melalui berbagai potongan dan pengampunan pajak.

“Mayoritas penerimaan pajak justru berasal dari masyarakat biasa dan UMKM,” ujar Media.

Pertumbuhan ekonomi triwulan terkini tercatat hanya 4,87 persen, lebih rendah dibanding periode sebelumnya.

Penyebab utama berasal dari terbatasnya daya beli rumah tangga dan lemahnya konsumsi pemerintah.

Investasi dalam negeri pun tumbuh di bawah 3 persen, menandakan kepercayaan pelaku usaha belum pulih sepenuhnya.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengungkapkan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen kemungkinan besar akan direvisi turun menjadi 4,5 persen.

Ia menilai berbagai gejolak global mulai merusak pondasi fiskal nasional.

Penurunan harga komoditas, pelemahan nilai tukar rupiah, dan kenaikan yield surat utang negara memperburuk sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara.

Tax buoyancy yang negatif pada awal tahun ini menunjukkan bahwa penerimaan pajak tidak lagi mampu mengikuti laju pertumbuhan ekonomi.

Fenomena ini mencerminkan tekanan struktural yang semakin dalam dalam sistem fiskal Indonesia.

Depresiasi rupiah turut memperbesar beban cicilan pokok dan bunga utang pemerintah maupun swasta.

Sementara itu, kinerja korporasi melambat, membuat posisi fiskal makin tertekan.

“Cicilan utang pemerintah meningkat, tapi penerimaan negara tidak naik sepadan. Ini sangat membebani APBN,” jelas Esther.

Ia menambahkan bahwa lonjakan yield surat berharga negara akan semakin menyedot anggaran negara untuk membayar bunga utang.

“Sebagaimana dipahami, APBN semakin terserap ke belanja cicilan bunga utang,” tutupnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved