
Repelita Jakarta - Politikus PDI Perjuangan Aria Bima menanggapi kritik Anies Baswedan terkait absennya Presiden RI dalam berbagai forum internasional, termasuk Sidang Umum PBB.
Aria menegaskan bahwa saat Joko Widodo masih menjabat Presiden, banyak forum dunia yang diikuti.
Menurut Aria, jika selama era Jokowi Indonesia banyak absen di forum internasional, hal tersebut perlu dikaji ulang karena Jokowi sebenarnya juga hadir di banyak pertemuan global.
Dia menyebutkan pernyataan itu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juli 2025.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengaku tidak bisa menolak atau membenarkan kritik Anies secara mutlak.
Dia menilai kritik sah sepanjang memiliki dasar argumentasi yang kuat dan bersifat konstruktif.
“Ya kritik kan boleh-boleh saja, tapi kritiknya yang argumentatif. Kritik yang konstruktif, ya kan,” ujarnya.
Aria menilai Anies berupaya memberikan edukasi kepada publik tentang kriteria pemimpin masa depan, terutama soal pentingnya kehadiran Indonesia secara langsung dalam forum global.
Dia mengatakan Anies sudah memulai pendekatan yang lebih terbuka dan adil dalam proses pembelajaran.
Namun Aria mengingatkan agar kritik yang disampaikan bukan bersifat antipati atau apriori.
“Kritik yang membangun saya kira diperlukan,” tambahnya.
Sebelumnya, Anies menyoroti absennya Presiden RI dalam pertemuan penting tingkat internasional, termasuk Sidang Umum PBB beberapa tahun terakhir.
Menurut Anies, perwakilan Indonesia di forum global lebih sering diwakili Menteri Luar Negeri, bukan kepala negara.
Anies menegaskan hal itu saat berpidato di Rapat Pimpinan Nasional Gerakan Rakyat, Minggu, 13 Juli 2025.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia sudah bertahun-tahun absen dalam pertemuan PBB.
“Bapak ibu sekalian, bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri," kata Anies.
Anies menganggap sikap pasif di dunia internasional merugikan posisi strategis Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara dan dunia.
Dia memberikan gambaran bahwa Indonesia seperti warga kampung yang ukurannya besar, tapi tidak pernah datang ke rapat kampung.
“Kalau kita tidak aktif di dunia internasional. Itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor 4 terbesar. Ukuran rumahnya nomor 4 terbesar di RT itu. Tapi kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuman kita bayar iuran jalan terus," ujarnya.
Menurut Anies, Indonesia memiliki posisi strategis yang relatif stabil di Asia Tenggara dibandingkan kawasan Asia Timur dan Selatan yang penuh ketegangan geopolitik.
“Di Timur ada Tiongkok paling besar, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Taiwan ini semua wilayah yang suasananya tegang bukan yang suasananya teduh. Tak terbayangkan utara dan selatan. Antara Korea Selatan dan selatan tegang. Antara Tiongkok dengan Jepang, tegang," ujarnya.
Karena itu, Anies berpendapat Indonesia punya peran penting dalam menjaga keteduhan kawasan.
Ia juga menekankan perlunya menyelesaikan persoalan domestik agar Indonesia tampil meyakinkan di dunia internasional.
“Ketika kita mengatakan kepada dunia. Kita harus menjadi negara yang menghormati hak asasi manusia. Eh, you sudah beres dulu soal hak asasi manusia," kata Anies.
Ia melanjutkan, ketika Indonesia menyerukan penghormatan pada prinsip demokrasi, maka di dalam negeri demokrasi harus terwujud.
"Karena itulah. Mengapa kita harus bereskan persoalan-persoalan domestik juga," jelasnya.
Anies mengingatkan bahwa kewibawaan Indonesia di kancah global berawal dari beresnya urusan dalam negeri.
Dia mendorong agar Indonesia lebih aktif dalam diplomasi dan kerja sama internasional.
Selain itu, Anies menyebutkan pentingnya memahami Jakarta bukan hanya ibu kota Indonesia, tetapi juga ibu kota ASEAN.
"Jakarta itu bukan hanya Ibu Kota Indonesia. Tapi Jakarta juga Ibu Kota ASEAN. Dan di Jakarta ini, Bapak-Ibu lihat. Semua duta besar-duta besar. Kedutaan-kedutaan internasional di sini. Punya dua duta besar. Satu duta besar untuk Indonesia. Satu duta besar untuk ASEAN," tuturnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

