
Repelita Bandung - Aktivis politik M Rizal Fadillah menyampaikan pernyataan tajam kepada redaksi terkait isu dugaan ijazah palsu milik Joko Widodo yang kembali memicu kehebohan publik.
Menurut Rizal, informasi yang diungkap oleh kader senior PDIP Beathor Suryadi menunjukkan indikasi kuat keterlibatan sejumlah pihak dalam pembuatan ijazah palsu di Pasar Pramuka, Jakarta, pada tahun 2012.
Rizal mengutip pernyataan Beathor bahwa nama-nama seperti Widodo dari Tim “Jokowi” Solo dan Dany Iskandar dari Tim “PDIP” Jakarta menjadi saksi utama dalam kasus tersebut.
Keduanya diyakini mengetahui proses pembuatan ijazah palsu Universitas Gadjah Mada yang dikaitkan dengan nama Joko Widodo.
Rizal juga menegaskan bahwa Beathor menyebut tokoh-tokoh lain yang diduga terlibat, antara lain Andi Widjojanto, Prasetyo Edy Marsudi, Indra, Yulianto, Anggit, David, Syarif, serta Juri Ardiantoro yang saat ini menjabat sebagai Ketua KPU.
Kepada redaksi, Rizal menjelaskan bahwa berdasarkan wawancara Beathor dengan Hersubeno Arief yang dipublikasikan pada 22 Juni 2025, pembuatan ijazah dilakukan oleh Tim Solo dan Tim Jakarta yang berkumpul di Jalan Cikini.
Lokasi pembuatannya disebut berada di Pasar Pramuka Salemba, sebuah tempat yang menurut Beathor sering digunakan untuk membuat dokumen palsu bagi kebutuhan administratif caleg.
Rizal menyoroti peran Widodo sebagai tokoh utama dalam proses pemalsuan ijazah tersebut.
Namun ia juga mencatat bahwa menurut Beathor, sejak isu ijazah Jokowi mencuat, Widodo justru menghilang tanpa jejak.
Kondisi makin pelik setelah kebakaran besar melanda Pasar Pramuka pada 2 Desember 2024, yang memperlambat upaya pelacakan bukti.
Rizal menilai bahwa dampak dari pengakuan Beathor ini sangat besar dan menyentuh tiga institusi penting di Indonesia.
Pertama, UGM yang telah menampilkan salinan ijazah Joko Widodo sejak 2022 kini harus menjawab pertanyaan publik mengenai keaslian dokumen tersebut.
Rizal mengatakan, dugaan keterlibatan pihak internal UGM dalam pemalsuan menjadi sorotan tajam.
Kedua, Bareskrim Mabes Polri yang pernah menghentikan penyelidikan laporan TPUA dinilai Rizal berada dalam posisi sulit.
Ia menyebut proses uji forensik yang dilakukan tidak profesional dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Menurutnya, Dirtipidum yang menjadi ketua tim penyelidik terancam pidana karena dianggap menghalangi keadilan.
Ketiga, Polda Metro Jaya yang selama ini aktif memproses laporan dari pihak Joko Widodo justru harus mulai mempertimbangkan ulang langkahnya.
Rizal mendesak agar Polda Metro Jaya menyelidiki kembali orang-orang yang disebut dalam pengakuan Beathor dan segera menetapkan DPO bagi mereka yang menghilang.
Rizal menegaskan bahwa UGM, Mabes Polri, dan Polda Metro Jaya bukan hanya dituntut berhati-hati, tetapi juga wajib bersikap jujur dan transparan dalam membongkar dugaan skandal besar ini.
Ia menyebut pengungkapan Beathor sebagai “Pramuka-Gate” yang berpotensi menjadi ledakan besar terhadap sistem yang selama ini dibangun.
“Pernyataan Beathor adalah rudal dahsyat yang dapat menembus pertahanan rekayasa UGM, Mabes Polri, dan Polda Metro Jaya,” ujar Rizal.
Ia menambahkan, rumah Joko Widodo di Solo yang selama ini menjadi pusat perlindungan citra pun bisa ikut porak poranda.
“Solo Dome sudah tua, lelah, dan rentan.” (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

