Repelita Jakarta - Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia, angkat suara menanggapi memanasnya isu dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Heru menyoroti lambannya sikap Bareskrim dan Polda Metro Jaya dalam merespons kasus tersebut yang kini melibatkan pengakuan dari internal PDI Perjuangan sendiri.
Menurutnya, publik memiliki alasan kuat untuk mencurigai adanya sesuatu yang ditutupi.
“Ini pada akhirnya bertele-tele, adanya ketidaksesuaian dari pihak Pak Jokowi, Bareskrim, dan Polda Metro Jaya untuk segera menuntaskan kasus ini,” ujar Heru, Kamis.
Heru memandang keterlibatan politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, merupakan tanda bahwa persoalan ijazah ini telah masuk ke medan konflik politik internal yang lebih dalam.
Terlebih ketika Jokowi disebut masuk dalam bursa calon Ketua Umum PSI.
“Saya melihat fenomena masuknya elite PDIP seperti Beathor ini sebagai bagian dari operasi khusus. Bagaimana saat ini Pak Jokowi sedang dalam bursa Ketum PSI,” jelasnya.
Ia menduga isu ijazah palsu dilempar untuk menggoyang popularitas Jokowi sekaligus meredam laju PSI yang mulai mendapat tempat di publik di tengah stagnasi PDIP.
“Ini berakibat negatif. Ungkapan ijazah Jokowi dicetak di Pasar Pramuka dari elite PDIP justru menyasar balik PDIP sendiri,” tegasnya.
Heru menilai situasi saat ini memperlihatkan adanya pertarungan sengit antara dua poros politik, yakni PDIP dan PSI, menjelang Pemilu 2029.
“Saya pastikan ini ada motif pertandingan politik untuk saat ini menggembosi posisi PSI, agar tidak menjadi ancaman,” ujarnya.
Ia juga menyoroti mundurnya jadwal kongres PDIP yang awalnya direncanakan berlangsung Juni ini sebagai tanda konflik internal belum reda.
Di sisi lain, Heru menilai pernyataan pengacara Yakup Hasibuan yang menyebut Jokowi tidak perlu menunjukkan ijazahnya karena bisa memicu keributan sebagai langkah yang justru memperkeruh keadaan.
“Dengan penemuan fakta baru ini, harusnya semua pihak, termasuk Pak Jokowi, Bareskrim, dan Polda Metro Jaya, segera menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Sebelumnya, Beathor Suryadi mengungkap bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan kader PDIP, pernah melihat langsung ijazah Jokowi yang diduga bukan asli.
Beathor menyebut momen itu terjadi saat pencalonan Jokowi di Pilpres 2014.
Namun menurutnya, dokumen tersebut adalah cetakan ulang yang dibuat tahun 2012 untuk keperluan Pilgub DKI Jakarta.
“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ungkap Beathor.
Ia juga menuding proses pencetakan berlangsung diam-diam di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi dari Solo.
Beathor menyebut beberapa nama yang terlibat seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.
“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” ucapnya.
Nama Widodo disebut-sebut sebagai sosok penting dalam proses itu, namun kini dikabarkan menghilang sejak isu buku karya Bambang Tri mencuat.
Yang paling mengejutkan menurut Beathor adalah ekspresi Andi Widjajanto saat melihat foto-foto ijazah Jokowi yang terlihat identik di setiap jenjang pendidikan.
“Seharusnya tiap jenjang pendidikan memakai foto berbeda. Ini justru sama semua,” tandasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok