Repelita Jakarta - Politikus senior PDIP, Beathor Suryadi, mengungkap bahwa partainya terjebak hasil survei saat memutuskan mengusung Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI dan kemudian presiden dua periode.
Hal ini disampaikan Beathor saat berdiskusi dengan mantan Ketua KPK Abraham Samad melalui kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP.
Abraham sempat mempertanyakan mengapa PDIP tetap mendukung Jokowi jika ada indikasi dokumen seperti ijazah yang tidak lengkap.
"Kalau PDIP tahu Pak Jokowi tidak punya dokumen lengkap, kenapa tetap diusung, kenapa tidak pilih kader lain?" tanya Abraham dalam rekaman wawancara tersebut.
Menanggapi itu, Beathor menyatakan bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDIP sangat bergantung pada hasil lembaga survei.
Menurutnya, lembaga survei saat itu menyatakan Jokowi punya tingkat popularitas hingga 80 persen.
"Jokowi disebut bisa menang walau cuma berpasangan dengan sandal," ungkap Beathor.
Ia menyebut kepercayaan Megawati pada angka survei membuatnya tidak menyelidiki lebih dalam soal latar belakang Jokowi.
"Jadi Ibu Mega berpegang pada survei. Survei ini yang menyesatkan. Ternyata populer, tapi tidak punya ijazah," ucapnya.
Beathor juga menyebut Taufiq Kiemas, suami Megawati, sempat kecewa terhadap keputusan partai.
Taufiq dikatakan pernah mencurigai sifat asli Jokowi yang dianggap ambisius terhadap kekuasaan.
"Itu yang bikin Pak Taufiq kecewa. Dia pernah bilang ‘ngapain Jokowi itu, enggak jelas,’ ‘b**o kita kalau dukung dia,’" kata Beathor mengenang pernyataan almarhum.
Namun, Taufiq tetap mengikuti keputusan Megawati sebagai pemimpin partai.
"Dia ikut istri, karena Ibu Mega ketua umum. Sementara survei jadi acuan utama," ujar Beathor.
Ia mengkritik metode survei yang digunakan karena hanya melibatkan sebagian kecil masyarakat.
Menurutnya, hasil survei itu dikondisikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah diarahkan.
"Survei cuma ambil 100 ribu orang. Sampelnya dijebak dengan pertanyaan soal popularitas Jokowi sampai muncul angka 84 persen," katanya.
Beathor menambahkan bahwa kelompok masyarakat yang tidak disurvei akhirnya tidak dianggap punya pengaruh.
Ia juga menyebut kemenangan Jokowi diperkuat oleh serbuan bantuan sosial yang dimanfaatkan untuk menggalang suara.
"Dari kemenangan pertama itu, partai jadi buta. Akhirnya dicalonkan lagi yang kedua," tandasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok