Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Ahli Nilai Hitungan Kerugian Negara Kasus Tom Lembong Menyesatkan dan Bisa Lumpuhkan Industri Gula

BPKP Jelaskan 2 Metode Hitung Kerugian Negara Rp 578 M di Kasus Gula Tom  Lembong | kumparan.com

Repelita Jakarta - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Vid Adrison, mengkritik tajam metode penghitungan kerugian negara yang digunakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

Vid menilai pendekatan BPKP yang mendasarkan kerugian pada selisih tarif dan harga beli gula di atas Harga Pokok Petani telah menyesatkan secara logika ekonomi.

Menurutnya, negara tidak seharusnya dirugikan hanya karena impor menggunakan Gula Kristal Mentah, bukan Gula Kristal Putih, sebagaimana yang dipermasalahkan.

Ia menegaskan bahwa barang telah dikeluarkan dari pelabuhan tanpa sanggahan dari otoritas bea cukai, dan tidak ada sanksi administratif terhadap importir.

Vid menyebut bahwa hanya ada dua skenario yang bisa menyebabkan penerimaan negara berkurang, yakni salah klasifikasi produk dan rekayasa nilai impor, namun keduanya tidak terjadi dalam kasus ini.

Menurutnya, jika ada kekeliruan dalam klasifikasi, undang-undang telah mengatur solusi administratif berupa pembayaran kekurangan bea masuk.

Dalam kapasitasnya sebagai ahli meringankan dalam sidang 24 Juni 2025, Vid menjelaskan bahwa secara fisik GKM dan GKP sangat mudah dibedakan.

Ia juga menyatakan bahwa data harga acuan global tersedia secara terbuka, sehingga otoritas tidak mungkin luput mengidentifikasi jenis gula yang diimpor.

Vid menyampaikan bahwa hasil analisis makro ekonomi justru menunjukkan kebijakan impor GKM untuk diolah menjadi GKP memberikan nilai positif bagi ekonomi nasional sebesar Rp901 miliar.

Temuan ini dianggap sangat bertolak belakang dengan dakwaan yang menyebut Indonesia seharusnya langsung mengimpor GKP.

Ia mempertanyakan logika tersebut, karena jika benar lebih efisien membeli barang jadi, maka semua pabrik seharusnya ditutup.

Menurutnya, justru dari proses produksi itulah muncul nilai tambah, lapangan kerja, serta kontribusi terhadap pajak.

Vid juga menyoroti kekeliruan jaksa dalam menafsirkan Harga Pokok Petani, yang menurutnya bukan batas maksimum harga jual, melainkan perlindungan terhadap petani.

Harga jual yang melebihi HPP dianggap sebagai hal wajar karena mencakup biaya produksi, distribusi, dan keuntungan pabrik.

Ia mengibaratkan HPP dengan UMR, di mana pembayaran di atas nilai standar bukan pelanggaran melainkan indikator sehatnya sebuah sistem.

Vid memperingatkan bahwa kesalahan pendekatan hukum dalam kasus ini berpotensi menimbulkan dampak sistemik bagi ekonomi nasional.

Menurutnya, hal itu bisa menyebabkan petani tak bisa menjual hasil panen, industri berhenti beroperasi, pekerja kehilangan penghasilan, dan harga gula melonjak.

Jika pendekatan seperti ini tetap dipaksakan, maka bukan hanya satu individu yang terdampak, tetapi stabilitas ekonomi secara keseluruhan ikut terguncang. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved