Repelita Jakarta - Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) baru-baru ini menangkap M. Adhiya Muzakki, yang diduga sebagai bos buzzer yang mengelola tim siber untuk mendiskreditkan lembaga penegak hukum tersebut.
Adhiya Muzakki ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus perintangan proses hukum yang melibatkan operasi penyebaran narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung.
Dia adalah pemimpin dari kelompok "Cyber Army", yang merekrut sekitar 150 orang untuk menyebarkan konten di media sosial yang bertujuan merusak reputasi Kejaksaan Agung.
Setiap anggota kelompok tersebut dibayar sekitar Rp1,5 juta untuk menyebarkan narasi yang merugikan citra Kejaksaan.
Dalam keterangannya, Kejagung menyebutkan bahwa tim ini dibagi dalam lima kelompok dengan nama Tim Mustafa I hingga V. Mereka fokus untuk menyebarkan informasi yang tidak benar terkait penanganan beberapa kasus besar, seperti kasus korupsi timah, impor gula, serta ekspor minyak sawit mentah.
Adhiya Muzakki juga diduga telah menerima dana sebesar Rp864,5 juta dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendukung kegiatan ini.
Dana tersebut mengalir melalui berbagai saluran, termasuk staf keuangan dan kurir yang bekerja di kantor hukum terkait.
Selain itu, dia juga dituduh menghilangkan barang bukti, termasuk perangkat komunikasi yang berisi percakapan dengan para pihak yang terlibat dalam pembuatan konten yang tidak sah tersebut.
Untuk tindakannya, Adhiya Muzakki dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu, memberikan komentar terkait penangkapan ini.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Adhiya Muzakki dan kelompoknya adalah bentuk nyata perusakan bangsa.
Said Didu menekankan bahwa penting untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan demi menjaga integritas negara dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Editor: 91224 R-ID Elok