
Repelita Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, angkat suara mengenai polemik yang terus berlanjut terkait keaslian ijazah Presiden Jokowi.
Menurut Jimly, isu tersebut awalnya hanya menyangkut dokumen pendidikan, namun kini telah melebar ke ranah lain yang lebih luas dan kompleks.
Ia mengatakan bahwa permasalahan utama yang seharusnya menjadi fokus kini mulai tersamarkan oleh berbagai opini dan tindakan hukum yang berkembang.
“Awalnya hanya soal ijazah. Tapi karena Jokowi merasa dirugikan, akhirnya melapor balik, lalu berkembang ke pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong,” ungkap Jimly.
Ia menyebut bahwa berbagai pemidanaan yang terjadi tidak menyentuh inti persoalan, melainkan lebih pada reaksi atas isu yang beredar.
Jimly pun mendorong adanya forum resmi dan netral untuk menyelesaikan persoalan ini secara objektif dan legal.
“Harus ada forum yang netral untuk memberi putusan. Bisa saja pengadilan, asalkan prosesnya transparan dan kredibel,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Jimly juga menekankan pentingnya menjaga fokus pada substansi, bukan pada reaksi atau efek samping dari isu yang dipermasalahkan.
Sementara itu, Roy Suryo sebagai salah satu pihak yang aktif mengungkap dugaan kejanggalan, mengaku menerima surat panggilan yang menurutnya tidak jelas dan tak sesuai prosedur.
“Lucu, dalam surat itu tidak dicantumkan siapa terlapornya. Kalau tidak ada nama terlapor, kami tidak wajib menjawab,” kata Roy.
Ia juga mempertanyakan bukti-bukti yang menjadi dasar pemanggilan, karena menurutnya tidak ada satu pun dokumen yang sah dan otentik yang bisa membuktikan tuduhan terhadap dirinya.
“Saya tanya, mana dokumen yang dilaporkan? Tidak ada. Ini seperti dipaksakan,” jelas Roy.
Roy menyebut bahwa tindakan hukum yang dialaminya mengarah pada dugaan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang bersuara soal keaslian ijazah.
Ia juga menyindir adanya manipulasi bukti digital yang sengaja direkayasa untuk menjatuhkan para pengkritik.
“Misalnya bukti transfer yang aslinya Rp1 juta diubah menjadi Rp10 juta. Itu yang bisa dipidana, bukan kami yang tak memanipulasi apa pun,” tambahnya.
Dalam pemeriksaan yang dijalaninya, Roy mengungkap ada 24 pertanyaan, namun sebagian besar hanya menyangkut identitas, bukan inti perkara.
Ia merasa berhak menolak menjawab pertanyaan yang tidak relevan dengan isi surat panggilan, karena hal itu dijamin oleh konstitusi.
Roy juga menyoroti pernyataan sejumlah pihak yang mengklaim ijazah tersebut asli, padahal sang pemilik tidak pernah memberikan pengakuan resmi.
“Ada yang ngaku-ngaku ini ijazah asli, padahal pemiliknya tidak pernah membenarkan. Kalau mau adil, orang yang mengaku-ngaku itu yang harus diproses hukum,” tutup Roy. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

