Repelita Jakarta - Keputusan pembatalan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari jabatan strategis sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I memantik sorotan dari berbagai kalangan.
Semula, mutasi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025.
Namun, keputusan itu dibatalkan keesokan harinya melalui SK Panglima TNI Nomor Kep/554.a/IV/2025.
Alasan resmi dari Mabes TNI menyebutkan bahwa Letjen Kunto masih dibutuhkan dalam struktur organisasi dan operasional satuan.
Namun, penarikan kembali keputusan itu justru menimbulkan spekulasi baru di tengah masyarakat.
SETARA Institute menilai langkah ini memperkuat dugaan bahwa dinamika internal TNI telah terpapar kepentingan politik.
Ketua Dewan Nasional SETARA, Hendardi, menyatakan bahwa pembatalan mutasi tersebut menjadi sinyal berbahaya bagi netralitas TNI.
Ia mengingatkan bahwa TNI adalah alat negara, bukan perpanjangan tangan dari kepentingan politik kekuasaan.
“Mutasi yang dibatalkan ini merupakan pelajaran sangat penting bahwa TNI tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan dan menjadi perpanjangan kepentingan politik pihak tertentu,” tegasnya.
Senada dengan itu, Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menilai keputusan yang berubah-ubah tersebut justru menciptakan instabilitas internal.
Ia mengatakan bahwa TNI harus dijauhkan dari intervensi dan opini sipil dalam urusan mutasi.
“Mutasi prajurit aktif tidak seharusnya dipengaruhi oleh opini masyarakat sipil atau tekanan politik. Ini preseden buruk bagi profesionalisme TNI,” kata Hasanuddin.
Pihak Mabes TNI melalui Kapuspen TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi berupaya meredam polemik tersebut.
Ia menyampaikan bahwa pembatalan dilakukan murni atas pertimbangan kebutuhan satuan dan bukan karena desakan pihak luar.
Namun, pernyataan itu tidak serta-merta meredakan kecurigaan publik.
Pengamat politik dan militer dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyebut bahwa langkah Presiden yang terkesan ‘campur tangan’ menunjukkan intensi politik tertentu.
Menurutnya, Prabowo ingin menguatkan kendali atas jabatan strategis militer dengan tetap mempertahankan Letjen Kunto.
“Secara politis, Presiden tampaknya tak menginginkan pergantian tersebut. Presiden tetap menginginkan Kunto Arief tetap pada jabatannya,” ujar Jamiluddin.
Kasus ini semakin memperjelas pentingnya pengawasan ketat terhadap mekanisme pengambilan keputusan dalam tubuh TNI.
Langkah evaluasi mendalam diperlukan agar TNI tetap profesional, netral, dan tidak terjebak dalam tarik ulur politik yang menggerus wibawa institusi pertahanan negara.
Editor: 91224 R-ID Elok