Repelita Jakarta - Letkol CHK Sipayung, mantan Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan di Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), mengungkapkan asal mula keterlibatan koperasi TNI dalam pengaturan harga gula nasional.
Ia menyampaikan hal tersebut saat memberikan kesaksian di sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Menurut penuturannya, Inkopad mulai terlibat dalam pengendalian harga gula sejak tahun 2013.
Kerja sama tersebut didasarkan pada nota kesepahaman antara Kementerian Pertanian dan TNI AD yang saat itu dipimpin oleh Jenderal Moeldoko.
Nota kesepahaman itu ditujukan untuk mendukung stabilitas harga komoditas, khususnya gula.
Namun, Inkopad sendiri tidak memiliki pabrik gula.
Sebagai gantinya, mereka menjalin kemitraan dengan pihak swasta guna memenuhi kebutuhan pasokan.
Salah satu perusahaan yang terlibat dalam rantai distribusi tersebut adalah milik pengusaha besar, yang kemudian bekerja sama dengan koperasi TNI dan Polri dalam menyalurkan gula ke masyarakat.
Jaksa dalam perkara ini mengungkap bahwa penunjukan koperasi milik aparat negara dilakukan tanpa melalui prosedur yang berlaku.
Padahal, seharusnya pengelolaan harga gula diserahkan kepada perusahaan negara yang memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang ini.
Langkah tersebut dianggap telah menyimpang dari regulasi dan membuka celah terjadinya praktik penyimpangan.
Jaksa juga menjabarkan bahwa koperasi TNI dan Polri terlibat dalam kerja sama dengan delapan perusahaan rafinasi gula untuk mengimpor ratusan ribu ton gula kristal mentah.
Barang impor itu lalu diproses dan didistribusikan kembali melalui jalur koperasi.
Namun proses tersebut dilakukan secara tertutup dan dinilai tidak transparan.
Kondisi ini disinyalir telah menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Nilainya diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah akibat pengadaan yang tak efisien dan harga jual yang tak sesuai standar.
Jaksa juga menyoroti bahwa kebijakan ini mencerminkan praktik yang tidak profesional dalam pengelolaan logistik nasional.
Keterlibatan koperasi yang semestinya fokus pada kesejahteraan anggota justru dimanfaatkan dalam kegiatan yang bersifat komersial dan rentan penyalahgunaan.
Kasus ini memunculkan desakan agar pengawasan terhadap kerja sama serupa diperketat.
Langkah ini diperlukan guna menjamin netralitas dan transparansi dalam aktivitas ekonomi yang melibatkan institusi pertahanan negara.
Editor: 91224 R-ID Elok