
Repelita Jakarta - Rentetan peristiwa yang mencoreng dunia kedokteran di Indonesia menunjukkan perlunya pembenahan serius dalam sistem pendidikan dan etika profesi dokter.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, menyampaikan kritik tajam terhadap lemahnya koordinasi antara Konsil Kedokteran, Kolegium, dan institusi pendidikan.
Menurutnya, persoalan ini membuat banyak lulusan kedokteran kesulitan dalam menghadapi uji kompetensi nasional.
Irma juga menyoroti budaya saling melindungi dalam profesi kedokteran.
Ia menilai, praktik menutupi kesalahan dokter justru membahayakan masyarakat.
“Kasus-kasus yang sudah terjadi yang selama ini mohon maaf seperti jeruk makan jeruk, tertutupi terus-menerus ya. Paradigma berpikir elitis dari para dokter terutama membuat semua kasus tidak bisa terungkapkan secara jelas dan tidak bisa diselesaikan, karena saling tutup menutupi, alasannya supaya masyarakat jangan sampai tidak percaya sama dokter. Nah ini justru lebih gawat lagi nih ya,” ujar Irma.
Ia juga mengungkapkan kegelisahannya atas banyaknya lulusan dari universitas ternama yang gagal berkali-kali dalam ujian kompetensi.
“Kejadian ini mengakibatkan anak-anak sekolah kedokteran yang sudah lulus dari UGM dari UI misalnya tiba-tiba ikut ujian kompetensi bisa sampai 7, 8 kali, 9 kali, 10 kali baru lulus, ini apa-apaan ya? ini mempermalukan fakultas kedokteran lho Pak Dikti,” ucap Irma.
Politisi Nasdem itu menekankan pentingnya seleksi ketat terhadap pendirian fakultas kedokteran di Indonesia.
Ia meminta agar izin tidak diberikan sembarangan kepada lembaga pendidikan kedokteran yang tidak memiliki standar.
“Makanya Dikti jangan juga memberikan izin pembangunan universitas kedokteran yang abal-abal. Jangan juga beri izin sekolah perawat, sekolah bidan yang abal-abal di seluruh Indonesia, sehingga ketika harus dikirim ke luar negeri enggak laku, kan ini yang terjadi hari ini,” tandasnya.
Irma menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan tes kesehatan jiwa secara berkala bagi para dokter.
“Secara tegas kami menyampaikan kepada Kementerian Kesehatan setuju sekali dengan diadakannya tes kesehatan jiwa secara berkala untuk dokter. Dokter itu ada harus sehat kalau dia mau menyehatkan pasien, dia sendiri juga harus sehat,” tegasnya.
Ia juga menuntut pemerintah memperhatikan kesejahteraan peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Menurutnya, mereka harus mendapatkan kompensasi dan gaji yang layak karena turut bekerja di rumah sakit.
“Jadi PPDS ini kan harus mendapatkan haknya kompensasi ada gaji lah, karena dia bekerja di sana, itu wajib Pak Menteri lakukan, beri mereka haknya. Jangan hanya diminta kewajibannya PPDS,” ujar Irma.
Selain itu, ia mengusulkan dibuatnya kontrak kerja yang jelas antara PPDS dan rumah sakit.
Hal ini dianggap penting untuk menjaga akuntabilitas serta pelaksanaan kode etik di lingkungan kerja.
“Saya berharap Pak Menteri Kesehatan untuk bisa melakukan kontrak. Kontrak kerja antara PPDS dan Rumah Sakit. Karena di situ dia mendapatkan insentif maka dia harus mematuhi code of conduct dari rumah sakit itu,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

