Repelita Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Keputusan ini memunculkan pertanyaan mengenai keseriusan pemerintah dan DPR dalam memberantas korupsi secara efektif.
RUU Perampasan Aset bertujuan memberikan dasar hukum bagi negara untuk menyita aset yang diduga hasil tindak pidana korupsi tanpa harus menunggu proses peradilan selesai.
Hal ini penting mengingat banyaknya kasus korupsi besar yang merugikan negara, namun pelaku masih dapat menikmati hasil kejahatannya karena proses hukum yang panjang dan berlarut.
Namun, meskipun RUU ini dianggap penting oleh berbagai kalangan, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pakar hukum, RUU tersebut tidak dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, menjelaskan bahwa RUU ini masih perlu kajian lebih lanjut dan dimasukkan dalam Prolegnas jangka menengah 2025-2029.
Ia menambahkan bahwa DPR serius dalam membahas RUU ini, namun perlu pendalaman materi lebih mendalam.
Di sisi lain, Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Doli Kurnia, berpendapat bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia sudah cukup tanpa perlu adanya RUU Perampasan Aset.
Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini sudah memadai, meskipun ia tidak menutup kemungkinan untuk membahas RUU tersebut di masa mendatang.
Keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai langkah DPR yang tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar usulan Prolegnas 2025-2029 sangat mengecewakan publik.
Menurut ICW, hal ini menunjukkan kurangnya komitmen politik dalam memberantas korupsi secara serius.
RUU Perampasan Aset sebelumnya telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 dan mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo melalui surat presiden (surpres) bernomor R 22-Pres-05-2023.
Namun, hingga kini, RUU tersebut belum juga disahkan.
Pemerintah beralasan bahwa RUU ini masih perlu pembahasan lebih lanjut dengan DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD).
Dengan tidak dimasukannya RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2025, muncul pertanyaan besar mengenai keseriusan pemerintah dan DPR dalam memberantas korupsi.
Apakah tanpa RUU ini, upaya pemberantasan korupsi akan tetap efektif?
Ataukah justru akan semakin sulit untuk menindak tegas para pelaku korupsi yang selama ini masih dapat menikmati hasil kejahatannya?
Penting bagi masyarakat untuk terus mengawal proses legislasi ini dan memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga diimplementasikan melalui regulasi yang kuat dan efektif.
Editor: 91224 R-ID Elok