Repelita Jakarta - Dewan Pengurus Pusat Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (DPP Akar Lampung) akan segera mengajukan laporan resmi kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus suap yang melibatkan PT Sugar Group Companies (SGC).
Ketua Umum Akar Lampung, Indra Musta’in, menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang terstruktur untuk melindungi pemberi suap dan oknum Hakim Agung yang terlibat dalam perkara tersebut.
Indra menegaskan, laporan itu bertujuan mendesak proses hukum yang transparan dan terbuka mengenai dugaan suap dan penyalahgunaan wewenang yang menjerat PT SGC dan oknum Hakim Agung.
Ia menambahkan jika proses hukum berjalan sesuai aturan dan transparan, sejumlah masalah lain akan terungkap, termasuk soal penguasaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT SGC yang diduga melibatkan ketimpangan ukuran dan pencaplokan lahan milik warga sekitar.
Indra juga menyoroti dugaan pengemplangan pajak yang merugikan negara dan masyarakat Lampung. Kasus ini dianggap sebagai kejahatan korporasi yang dirancang secara sistematis dengan niat jahat untuk melindungi kepentingan pemberi suap.
Ia menegaskan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu agar tidak ada perlindungan khusus terhadap PT SGC dan oknum Hakim Agung.
Indra mengajak seluruh elemen, termasuk pegiat antikorupsi, untuk bersama-sama mengawal kasus tersebut agar PT SGC sebagai perusahaan perkebunan tebu dengan HGU terluas di Lampung bertanggung jawab atas pelanggaran yang diduga dilakukan.
Langkah pelaporan ini diambil berdasarkan fakta persidangan perkara suap vonis bebas Gregorius Ronald Tanur di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 7 Mei 2025.
Dalam persidangan tersebut, saksi mahkota bernama Zarof Ricar mengaku menerima uang senilai Rp70 miliar dari PT SGC melalui salah satu pemilik perusahaan, Ny. Lee.
Uang tersebut diduga merupakan bagian dari skema suap untuk memastikan kemenangan PT SGC dalam perkara ganti rugi sebesar Rp7 triliun melawan Marubeni Corporation pada tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Fakta persidangan mengungkap Zarof Ricar sebagai perantara yang menyatakan adanya kesepakatan bersama (meeting of minds) antara dirinya dengan PT SGC.
Hakim Agung kemudian memutus memenangkan perkara perdata PT SGC sehingga perusahaan tersebut terbebas dari kewajiban membayar ganti rugi senilai Rp7 triliun kepada Marubeni.
Selain itu, terdapat instruksi dari Jampidsus Febrie Adriansyah kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menerapkan pasal gratifikasi, bukan pasal suap, dalam kasus ini.
Instruksi tersebut diduga sebagai upaya penyalahgunaan wewenang dan merintangi proses penyidikan secara sistematis untuk melindungi PT SGC dan oknum Hakim Agung.
Editor: 91224 R-ID Elok