Repelita Jakarta - Di tengah kabut tebal di Kashmir, suara gemuruh tank menggema di tanah yang membeku. Pegunungan berselimut salju menyimpan ketegangan antara India dan Pakistan yang kembali memanas di garis perbatasan.
Ada pertanyaan apakah Ghazwatul Hind telah dimulai, seperti yang muncul dalam mimpi Muhammad Qasim, sosok Pakistan yang dikenal sejak 2014.
Namun sebelum membahas mimpi tersebut yang dikaitkan dengan ancaman Perang Dunia III, ada fakta-fakta geopolitik global yang sedang berlangsung.
Baru-baru ini, militer Pakistan mengklaim berhasil menewaskan antara 40 sampai 50 tentara India dan menembak jatuh 29 drone dalam satu malam di perbatasan Kashmir yang dijaga ketat. Aksi ini sebagai balasan atas serangan udara India yang menyasar lokasi yang disebut sebagai "kamp teroris".
Ketegangan ini berawal dari serangan teroris di wilayah Kashmir yang dikuasai India bulan lalu, yang menewaskan 25 warga India dan seorang warga Nepal. India menuduh Pakistan sebagai dalang serangan tersebut, tuduhan yang dibantah keras oleh Islamabad.
"Kami menyerukan investigasi independen," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan.
Pada Kamis, foto Jenderal Asim Munir, Kepala Angkatan Darat Pakistan, berdiri di atas tank saat latihan militer tersebar luas di media lokal.
"Petualangan militer India akan mendapat balasan yang cepat dan tegas," tegasnya.
Munir dikenal sebagai tokoh religius yang konservatif dan pernah mengutip tentang "Ghazwa-e Hind", perang suci dalam eskatologi Islam.
Di sisi lain, Perdana Menteri India, Narendra Modi, dianggap memanfaatkan konflik ini sebagai alat politik.
"Dia ingin meninggalkan warisan lebih besar daripada Gandhi atau Nehru," kata Fawad Chaudhry, mantan Menteri Informasi Pakistan. "Dia bersedia memperluas medan perang demi tujuan itu."
Persoalan ini melampaui konflik Kashmir. Ini berkaitan dengan citra, ideologi, dan kekuasaan yang sedang dipertaruhkan. Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran global, termasuk peringatan dari Sekjen PBB António Guterres yang mengatakan, "Penyelesaian militer bukan jalan keluar."
Uniknya, Arab Saudi turut ambil bagian. Menteri Luar Negeri Saudi, Adel Al-Jubeir, melakukan kunjungan mendadak ke New Delhi untuk bertemu Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar, sebagai upaya perdamaian.
Saudi memiliki kepentingan besar karena menjadi rumah bagi jutaan pekerja migran dari India dan Pakistan. India juga tengah merancang Koridor Ekonomi India-Timur Tengah-Eropa bersama Saudi, dengan nilai investasi sekitar 100 miliar dolar AS.
Menurut Samina Yasmeen dari University of Western Australia, negara Teluk ingin menjaga stabilitas kawasan demi kepentingan migran dan investasi.
China juga tidak tinggal diam. Jet tempur J-10C buatan China, dilengkapi rudal PL-15, dikabarkan menembak jatuh lima jet India. Beijing memiliki klaim wilayah di Kashmir dan merupakan mitra strategis Pakistan lewat proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan.
Sementara itu, Iran, meski berbatasan dengan Pakistan, menunjukkan sikap lebih ramah ke India dengan melakukan kunjungan resmi dan menyampaikan belasungkawa atas serangan di Kashmir.
India memiliki kepentingan besar di Iran, termasuk pengelolaan pelabuhan Chabahar dan proyek infrastruktur senilai miliaran rupiah.
Eskalasi semakin nyata dengan India menangguhkan Perjanjian Air Indus yang mengatur distribusi air dari Himalaya ke Pakistan. Pakistan membatalkan Perjanjian Shimla 1972 yang selama ini menjadi dasar gencatan senjata di Kashmir.
“Batas psikologis sudah dilampaui,” kata Karnad. “Militer India kini memiliki landasan hukum untuk bertindak lebih jauh.”
Konflik ini jauh lebih kompleks daripada sekadar pertempuran militer. Ada kepentingan ekonomi, ideologi, dan aktor regional yang sebelumnya tidak terlibat kini menjadi pusat perhatian. Jika tidak segera dihentikan, jutaan jiwa di Asia Selatan akan terancam.
“Bergantung pada apakah Arab Saudi bisa memberi tekanan pada India,” kata Fawad. “Jika tidak, perang tinggal menunggu waktu.”
Strategi India saat ini menimbulkan pertanyaan: Apakah mereka meniru taktik Zionis Israel terhadap Palestina?
India terus menyebut wilayah mayoritas Muslim di perbatasan Pakistan sebagai “sarang teroris”. Retorika ini mirip dengan cara Israel menggunakan alasan keamanan untuk melakukan operasi militer terhadap Palestina.
Pembatasan akses, operasi unilateral, dan kontrol narasi media domestik menjadi strategi yang sangat mirip dengan perlakuan Israel di Gaza dan Tepi Barat.
Yang mengkhawatirkan adalah minimnya perhatian media global terhadap perkembangan ini. Sebagian besar narasi hanya berasal dari satu pihak, yakni kekuatan besar.
Mengenai mimpi Muhammad Qasim, belum ada ulama yang menyatakan mimpi tersebut sesat karena tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits shahih.
Imran Abbasi dan Awais Naseer merupakan dua intelektual Muslim yang pertama kali mempublikasikan mimpi-mimpi Muhammad Qasim.
Muhammad Qasim bin Abdul Karim adalah seorang Muslim Sunni Pakistan kelahiran 1976. Sejak usia 12 tahun, ia menerima mimpi dari Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sejak 2014, ia diperintahkan menyebarkan mimpi-mimpinya kepada umat Islam.
Mimpi tersebut berisi perintah menjauhi syirik, memperbanyak ibadah dan dzikir, serta peringatan jatuhnya benteng Islam di Arab Saudi dan Turki, menyisakan Pakistan sebagai benteng terakhir.
Mimpi ini juga mengabarkan kebangkitan Islam dari Timur, persatuan umat Muslim Pakistan, dan munculnya pasukan jet tempur hitam yang tak terkalahkan untuk membebaskan tanah suci yang hilang.
Dalam Islam, mimpi yang benar dianggap sebagai salah satu bentuk wahyu. Rasulullah SAW bersabda bahwa mimpi orang beriman menjelang hari kiamat tidak akan bohong dan paling jujur.
Salah satu mimpi paling terkenal Muhammad Qasim adalah tentang panji hitam yang sebenarnya merupakan armada jet tempur canggih Pakistan.
Beberapa literatur menjelaskan bahwa panji hitam bukanlah bendera biasa, melainkan alat pengenal militer yang melayang tanpa penyangga, layaknya matahari dan bulan di langit.
Penjelasan ini terdapat dalam buku Kajian Mimpi Muhammad Qasim Bin Abdul Karim dan Allah dan Muhammad dalam Mimpiku, yang menguraikan detail mimpi ilahi seorang pemuda Pakistan.
Nabi Muhammad SAW menamai panjinya “al-Uqab” yang berarti elang, bukan berupa kalimat syahadat seperti yang digunakan kelompok tertentu.
Dalam mimpi, Muhammad Qasim melihat 3.000 jet tempur hitam yang akan membantu Pakistan melawan agresi India.
Ketika India berusaha menyerang, kekuatan teknologi jet tempur tersebut membuat India urung melanjutkan perang.
Pakistan, dengan kekuatan ini, berhasil merebut kembali wilayah Kashmir dengan perlawanan minimal.
Muhammad Qasim menyatakan dalam mimpinya bahwa Ghazwatul Hind dan Perang Dunia III adalah perang terburuk dalam sejarah Islam, diperangi bukan hanya untuk mempertahankan Pakistan, tapi juga kelangsungan Islam.
Editor: 91224 R-ID Elok