
Repelita, Jakarta - Pernyataan cendekiawan Muhammadiyah, Dr. Sukidi Mulyadi, tentang kondisi demokrasi di Indonesia saat ini memantik respons dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Juru Bicara PDI Perjuangan, Mohamad Guntur Romli, yang secara terbuka menyatakan persetujuannya atas analisis tersebut.
Guntur mengapresiasi pernyataan Sukidi yang mengkritisi arah demokrasi nasional yang kian menyimpang.
"Keren sekali yang disampaikan Dr Sukidi ini," ujar Guntur di X @GunRomli (18/4/2025).
Sukidi sebelumnya menyampaikan bahwa demokrasi Indonesia saat ini berisiko hanya menjadi “jubah” yang menutupi praktik otoritarianisme.
"Bagaimana demokrasi hanya menjadi jubah atau malah cuma kedok dari otoritarianisme," tandasnya.
Sebelumnya, Dr. Sukidi Mulyadi, menyampaikan pandangan kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.
Menurutnya, demokrasi tengah berada di titik nadir, justru akibat ulah pemimpin yang naik lewat jalur demokratis.
"Saya justru melihat bahwa kita tergerak di titik yang paling rendah. Demokrasi justru mati di tangan Presiden yang terpilih melalui instrumen demokrasi, lalu dia bunuh demokrasi," kata Sukidi dalam video yang diunggah Guntur.
Ia menyoroti upaya sistematis yang diduga dilakukan untuk melemahkan prinsip-prinsip utama demokrasi, seperti kontrol kekuasaan dan partisipasi masyarakat sipil.
"Apa yang dia bunuh? Pertama adalah mekanisme check and balance. Ia matikan betul mekanisme itu agar bisa berkuasa secara otoriter," lanjutnya.
Sukidi juga mengulas teori klasik dalam ilmu politik yang menyatakan bahwa demokrasi tumbuh ketika negara dan masyarakat sipil memiliki kekuatan yang seimbang. Namun, ia menilai hal tersebut justru terbalik di Indonesia saat ini.
"Yang terjadi justru Presiden otoriter populis ini melakukan hegemoni kelompok masyarakat sipil. Terutama ormas-ormas Islam untuk berada dalam kuasa tirani itu sendiri," katanya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat saat ini dikendalikan melalui kekuatan modal dan sumber daya.
"Masyarakat dikuasai melalui politik tambang, kekuasaan, uang, dan mereka tunduk semua pada aspek-aspek itu," ungkapnya.
Selain itu, Sukidi menilai pemilu dan pilkada telah kehilangan makna substansialnya.
"Yang ketiga, mekanisme Pemilu dan Pilkada hanya sekadar rute elektoral saja. Hanya topeng untuk memberikan kesan bahwa demokrasi berlangsung," tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok