Repelita, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengusulkan agar direksi dan komisaris BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Usulan ini muncul dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Erick menyampaikan gagasan itu saat bertemu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Ia mengatakan, peran direksi dan komisaris BUMN bersifat profesional sehingga tak perlu dimasukkan dalam lingkup penyelenggara negara.
Pernyataan tersebut langsung mengundang respons keras dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari mantan anggota DPR, Akbar Faizal.
Lewat akun media sosialnya, Akbar mempertanyakan logika di balik wacana Erick.
Menurutnya, BUMN merupakan perusahaan milik negara yang dibiayai dari keuangan negara.
Akbar menilai, menghapus status penyelenggara negara dari direksi dan komisaris BUMN bisa membuka celah penyalahgunaan kekuasaan.
Ia menyebut, publik justru bisa curiga bahwa ada agenda tersembunyi di balik usulan tersebut.
Kritik itu menjadi bagian dari gelombang protes terhadap berbagai revisi regulasi yang dinilai melemahkan sistem pengawasan publik.
Akbar menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas harus tetap menjadi prinsip utama dalam tata kelola BUMN.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak memainkan celah hukum demi melindungi kepentingan tertentu.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari KPK soal respons atas usulan Erick.
Namun isu ini diperkirakan akan menjadi sorotan dalam pembahasan revisi undang-undang di DPR.
Publik berharap agar revisi undang-undang tetap mengedepankan prinsip good governance.
BUMN harus tetap berfungsi untuk kepentingan negara dan rakyat, bukan sebagai alat segelintir elite.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok