Repelita Jakarta - Penunjukan 11 kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam tim elit bergaji besar Kementerian Kehutanan menuai sorotan. Selain kompetensi mereka yang diragukan dan gaji yang dianggap fantastis, pola rekrutmen juga dipertanyakan.
Pengamat politik Rocky Gerung mengkritik mekanisme perekrutan 11 kader PSI ke dalam Tim Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 yang dilakukan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Mereka dimasukkan ke dalam tim yang dibiayai melalui hibah Norway Contribution melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Raja Juli yang menjabat sebagai Menteri Kehutanan juga menetapkan dirinya sebagai penanggung jawab sekaligus pengarah tim. Seorang wakil penanggung jawab mendampinginya, sementara total anggota tim mencapai 43 orang dalam Operation Management Office Indonesia FOLU Net Sink 2030.
Sebanyak 11 nama yang diduga kader PSI masuk dalam tim tersebut, di antaranya Andy Budiman sebagai Dewan Penasihat, Kokok Dirgantoro sebagai anggota bidang Pengelolaan Hutan Lestari, dan Endika Fitra Wijaya sebagai Staf Kesekretariatan bidang Pengelolaan Hutan Lestari.
Selain itu, Sigit Widodo ditunjuk sebagai anggota bidang Peningkatan Cadangan Karbon, Rama Hadi Prasetya sebagai Staf Kesekretariatan Peningkatan Cadangan Karbon, Furgan Amini Chaniago sebagai anggota bidang Konservasi, serta Nandya Maharani Irawan sebagai Staf Kesekretariatan bidang Konservasi.
Nama lainnya adalah Andi Syaiful Oeding dan Yus Ariyanto sebagai anggota bidang Pengelolaan Ekosistem Gambut, Nurtanti sebagai anggota bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas, serta Suci Mayang Sari di bidang yang sama.
Berdasarkan lampiran Kepmenhut Nomor 32 Tahun 2025, penanggung jawab tim menerima honor Rp50 juta per bulan, sementara wakil penanggung jawab mendapatkan Rp40 juta. Masing-masing dewan penasihat ahli yang berjumlah empat orang mendapatkan Rp25 juta per bulan.
Ketua pelaksana, ketua harian I dan II, sekretaris/koordinator sekretariat, serta para ketua bidang menerima honor Rp30 juta per bulan. Anggota bidang memperoleh Rp20 juta, sedangkan staf kesekretariatan bidang menerima Rp8 juta per bulan.
Rocky Gerung menilai penunjukan kader partai dalam jumlah besar di satu kementerian menimbulkan pertanyaan besar terkait tujuan kebijakan tersebut.
"Satu-satunya keterangan adalah untuk mencuri, mencuri informasi, membangun jaringan. Itu sudah koruptif sejak dalam pikiran," ujar Rocky melalui kanal YouTube miliknya.
Akademisi Universitas Indonesia itu juga menyoroti bahwa banyaknya kader PSI yang masuk dalam struktur kementerian yang mengelola sumber daya besar, seperti hutan dan kekayaan alam, berpotensi melanggengkan praktik nepotisme.
"Cara menjalankannya betul-betul dinastikal, itu bahkan bisa disebut nepotisme, karena dari partai yang sama menguasai kementerian negara yang sebetulnya di dalamnya ada bisnis besar di situ soal hutan dan sumber daya dalamnya," kata Rocky.
Selain itu, Rocky juga menyinggung gaji fantastis tim yang mencapai Rp50 juta hingga Rp100 juta per bulan. Menurutnya, kebijakan ini bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang ingin menekan pengeluaran negara.
"Kita membiayai mereka yang tidak dalam kapasitas memahami teknokrasi atau lingkungan. Pak Prabowo ingin ada penghematan, tapi justru APBN mungkin akan membayar gaji mereka dengan nominal besar untuk hal-hal yang sifatnya hanya insentif," ungkap Rocky.
Rocky juga mengingatkan bahwa praktik semacam ini hanya akan memperburuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang selama ini tidak menunjukkan perbaikan signifikan.
Fenomena penunjukan pejabat melalui jalur nepotisme ini memperkuat pandangan masyarakat sipil bahwa Indonesia semakin menjadi "sarang koruptor." (*)
Editor: 91224 R-ID Elok