Repelita Jakarta - Pertemuan antara Aguan dan tujuh konglomerat lainnya dengan Prabowo menimbulkan kesan bahwa kebijakan yang diambil lebih berpihak pada kepentingan para pengusaha dibandingkan rakyat. Hal ini juga berimplikasi pada upaya perlindungan Aguan sebagai salah satu tokoh utama di balik proyek PIK 2, terutama setelah mendapat tekanan dari masyarakat Banten yang menentang proyek tersebut.
Di tengah kontroversi ini, muncul pemberitaan mengenai pemancangan Masjid Al Ikhlas PIK 2 oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Aguan. Masjid ini menimbulkan pertanyaan, mengingat belum jelas berapa jumlah komunitas Muslim di sekitar kawasan tersebut. M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan, menilai pembangunan masjid ini harus dicermati dengan seksama agar tidak menjadi sekadar simbol untuk meredam kritik terhadap proyek PIK 2.
"Jangan-jangan ini hanya monumen simbolik untuk membungkam kritik terhadap PIK 2, sebagaimana yang terjadi di PIK 1 yang mayoritas dihuni oleh etnis non-Muslim. Jika memang masjid ini dibangun atas dasar ketakwaan, harus jelas dahulu peta penduduk Muslim di wilayah itu," ujar M Rizal Fadillah.
Dalam sejarah Islam, terdapat dua jenis masjid, yakni masjid yang dibangun atas dasar ketakwaan dan masjid dhirar yang digunakan untuk kepentingan tertentu yang merugikan umat Islam. Rasulullah SAW bahkan pernah memerintahkan penghancuran masjid dhirar yang didirikan oleh kaum munafik untuk membantu musuh Islam.
Pernyataan Menteri Agama yang menyebut bahwa masjid tersebut bisa digunakan oleh semua umat juga menimbulkan pertanyaan mengenai tujuan pembangunannya. Jika masjid ini hanya dijadikan alat untuk melancarkan kepentingan bisnis, maka dikhawatirkan statusnya mendekati masjid dhirar.
M Rizal Fadillah menyoroti bahwa pembangunan PIK 2 telah menuai berbagai kontroversi, termasuk dugaan penggusuran paksa dan penguasaan lahan secara tidak wajar. Jika proyek ini terus berjalan tanpa perlawanan, maka bisa jadi wilayah pesisir utara Jakarta dan Banten akan dikuasai oleh segelintir elite ekonomi.
"Masjid seharusnya menjadi tempat ibadah yang dimakmurkan oleh umat Muslim yang beriman kepada Allah dan menjalankan ajaran-Nya. Dalam Al-Qur’an disebutkan, 'Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk' (QS At-Taubah: 18)," jelas M Rizal Fadillah.
Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan, "Barangsiapa membangun masjid karena Allah sebesar sarang burung atau lebih kecil, maka Allah akan bangunkan rumah di surga" (HR Ibnu Majah).
Karena itu, muncul pertanyaan besar mengenai peran Aguan dalam pembangunan masjid ini. Apakah ia benar-benar membangun masjid karena Allah atau sekadar demi kepentingan bisnis dan investasi? Adapun Menteri Agama Nasaruddin, publik tentu berharap agar keputusannya didasarkan pada ketakwaan dan bukan karena tekanan politik maupun kepentingan ekonomi.
Rakyat Banten, yang memiliki akar sejarah kuat dalam Kesultanan Islam, diyakini tidak akan mudah terkecoh oleh strategi semacam ini. Mereka memiliki semangat perjuangan tinggi dalam mempertahankan hak dan menolak bentuk penjajahan modern dalam berbagai wujudnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok