Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Tujuh Tersangka Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, Kejagung Ungkap Modus Mark Up dan Impor Ilegal

Akal Licik 7 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 T, Riva Siahaan Otak Utama

 Repelita Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengungkap peran tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. 

Kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. Namun, penyidikan menemukan bahwa tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. 

Akibatnya, pemenuhan minyak mentah dan produk kilang dilakukan dengan cara impor. Produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Hal ini membuat minyak mentah dalam negeri diekspor ke luar negeri, sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan impor. 

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, terdapat perbedaan harga yang sangat signifikan antara minyak mentah impor dan yang diproduksi dalam negeri. “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar. 

Dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum antara penyelenggara negara dengan broker. Tersangka RS, SDS, dan AP diduga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

Selain itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi meski syarat belum terpenuhi. Mereka juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang. 

RS diduga melakukan pembayaran produk kilang untuk Pertamax (RON 92), padahal yang dibeli adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Pertalite tersebut kemudian dicampur di Depo untuk menjadi RON 92. Kejagung menegaskan bahwa praktik ini tidak diperbolehkan. 

Pada saat impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF melalui PT Pertamina International Shipping. Akibatnya, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN. 

Kecurangan ini menyebabkan komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM menjadi lebih tinggi. HIP tersebut kemudian dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN. 

Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun. Nilai ini merupakan perkiraan sementara, sementara penghitungan kerugian yang pasti masih dalam proses bersama para ahli. 

Berikut tujuh tersangka dalam kasus ini: 

1. Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. 

2. SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional. 

3. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. 

4. YF selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping. 

5. MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. 

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim. 

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. 

(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved