Repelita Jakarta - Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), menilai kebijakan penghapusan pengecer elpiji 3 kilogram yang dilakukan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menunjukkan motif tersembunyi yang semakin jelas.
Menurut Anthony, Bahlil secara terang-terangan mengaku bahwa kebijakan tersebut diberlakukan tanpa adanya koordinasi maupun instruksi dari Presiden Prabowo Subianto. "Memang nekat ini orang," katanya.
Bahlil beralasan bahwa kebijakan itu diambil berdasarkan audit dari BPK yang menyebut adanya penyalahgunaan oleh oknum pengecer. Namun, Anthony menilai alasan tersebut tidak masuk akal dan hanya mencari alibi.
"Temuan BPK harus dilaksanakan atau mendapat persetujuan Presiden sebagai penanggung jawab utama keuangan negara. Menteri tidak boleh bertindak tanpa instruksi atau persetujuan Presiden, apalagi untuk distribusi gas elpiji yang melibatkan masyarakat miskin," jelasnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa kebijakan tersebut tidak dilakukan pada masa pemerintahan Jokowi tahun 2024 jika memang temuan BPK sudah ada sejak 2023.
"Kenapa kebijakan kisruh ini dilakukan pada 100 hari pemerintahan Prabowo, tanpa koordinasi dan tanpa instruksi dari Presiden Prabowo?" tanyanya.
Anthony menyimpulkan bahwa tindakan ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan sabotase yang diduga melibatkan Bahlil dan pihak tertentu di Solo.
"Bahlil dengan bos dia yang sebenarnya di Solo, Jokowi," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok