Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Masih soal "Adili Jokowi", Apakah cukup hanya berhenti sampai Graffiti saja?

 Makna Graffiti 'Adili Jokowi' yang Marak di Berbagai Kota Indonesia

Repelita, Jakarta -Sebagaimana dijanjikan sebelumnya, tulisan ini merupakan lanjutan dari artikel bertajuk "Makna Graffiti Adili Jokowi yang marak di berbagai kota Indonesia".

Jika sebelumnya lebih membahas sejarah Graffiti, kali ini fokus pada kelanjutan aksi yang telah menyebar masif di kota-kota besar seperti Solo, Jogja, Medan, Malang, dan Surabaya. Graffiti yang muncul dengan tulisan "Adili Jokowi" tentu tidak terjadi begitu saja.

Banyak yang meyakini bahwa aksi tersebut merupakan manifestasi dari ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Jokowi, dan upaya ini semakin meluas, mencerminkan keresahan sejumlah pihak di Indonesia.

Di sisi lain, ada usaha pembelokan fakta mengenai Graffiti ini. Salah satunya disampaikan oleh Jokowi dalam wawancara eksklusif bersama Najwa Shihab melalui YouTube Mata Najwa. Dalam wawancara tersebut,

Jokowi menganggap aksi ini hanya sebagai ekspresi dari mereka yang kalah dalam Pilpres dan belum bisa "move on".

Menanggapi hal ini, banyak netizen yang mengkritik pernyataan tersebut, bahkan ada yang menyebut gerak tubuh Jokowi saat diwawancara—terutama gerakan kaki yang dianggap seperti "tremor"—sebagai tanda kecemasan atau ketidakjujuran.

Komentar netizen di media sosial pun semakin banyak, dengan beberapa orang mempertanyakan apakah seharusnya "Adili Jokowi" hanya berhenti pada aksi graffiti dan demo saja, ataukah rakyat perlu melakukan langkah lebih jauh lagi. "Banyak yang sudah muak dengan kebijakan Jokowi. Graffiti ini hanyalah sebagian kecil dari kekesalan mereka," tulis salah satu netizen.

Banyak kritik yang ditujukan kepada Jokowi, mulai dari politik dinasti yang melibatkan anak dan menantu, melemahnya pemberantasan korupsi dengan revisi UU KPK, pembatasan kebebasan berpendapat dengan UU ITE, hingga proyek ambisius pemindahan ibu kota yang menuai kontroversi. Isu-isu tersebut semakin memperburuk citra Jokowi di mata publik. Beberapa netizen bahkan mencatat 66 "dosa" yang dianggap menjadi bagian dari kegagalan pemerintahan Jokowi, yang mengarah pada ketidakpuasan besar-besaran.

Sementara itu, kritik terhadap penanganan demonstrasi dan kebijakan ekonomi juga semakin meluas. Jokowi dituduh mengabaikan suara rakyat, terutama terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat banyak. Bahkan, terdapat kekhawatiran terkait utang negara yang meningkat selama masa jabatannya.

Namun, meski banyak kritik dan tuduhan yang muncul, hingga saat ini belum ada keputusan hukum yang menyatakan bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran hukum. Bahkan, Jokowi sempat menjadi finalis terkorup dunia versi OCCRP, yang menambah keraguan sebagian masyarakat terhadap integritas kepemimpinannya.

Jadi, apakah cukup jika "Adili Jokowi" hanya berhenti pada aksi graffiti dan demo? Apakah rakyat harus kembali melakukan aksi lebih besar, seperti yang terjadi pada 22 Agustus 2014, untuk menghentikan kebijakan yang dianggap merugikan mereka? Waktu yang akan menjawab, namun rakyat tidak selamanya bisa diam.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved