Repelita Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut bahwa pelopor revisi Undang-Undang KPK yang melemahkan lembaga anti rasuah adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah video yang beredar di akun YouTube bernama Hasto Kristiyanto dengan judul "Pelemahan KPK oleh Jokowi". Dalam video tersebut, Hasto menjelaskan bahwa cerita bermula pada 7 Mei 2024 saat ia menghadiri pidato Pemilu dan Jalan Kebudayaan oleh Prof. Sulistyowati di Universitas Indonesia.
Pada kesempatan itu, Hasto mengaku bertemu dengan beberapa tokoh, termasuk Novel Baswedan dan Rocky Gerung. Novel Baswedan kemudian menanyakan kabar yang menyebutkan bahwa PDI Perjuangan menjadi pelopor revisi Undang-Undang KPK yang justru melemahkan pemberantasan korupsi.
“Saya katakan dengan tegas kepada Mas Novel Baswedan saat itu, inilah kalau ada hal-hal yang buruk oleh Presiden Jokowi selalu dilimpahkan kepada PDI Perjuangan dan Ibu Megawati Soekarnoputri,” ujar Hasto.
Menurutnya, ketika ada hal-hal positif, Jokowi selalu mengambilnya tanpa menyisakan keuntungan bagi kepentingan partai. Ia menegaskan bahwa tuduhan revisi UU KPK diarsiteki oleh PDI Perjuangan sangat tidak benar.
Lebih lanjut, Hasto mengungkapkan bahwa dalam pertemuan dengan Jokowi di Istana Negara menjelang pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution sebagai wali kota, ia sempat menanyakan langsung mengenai hal tersebut.
“Pak Presiden, apakah betul bapak mau mencalonkan Mas Gibran dan Mas Bobby sebagai wali kota?” tanya Hasto kepada Jokowi.
Jokowi menanggapi dengan balik bertanya, “Loh kenapa Pak Sekjen?”
Hasto lalu menjelaskan bahwa ketika Gibran dan Bobby menjadi wali kota, mereka otomatis menjadi pejabat negara yang rawan terhadap gratifikasi dan korupsi.
“Pak Presiden Jokowi sempat termenung saat itu, dan saya melihat bahwa pertanyaan ini sangat mengusik perhatiannya. Saya tegaskan bahwa ketika Mas Gibran dan Mas Bobby menjadi wali kota, maka dengan mudah akan terkena operasi tangkap tangan dari KPK atau aparat hukum lainnya,” tutur Hasto.
Menurutnya, pertanyaan itu bertujuan untuk mengingatkan Jokowi bahwa sebagai presiden, perlu dipertimbangkan kembali pencalonan anak dan menantunya. Namun, Hasto kemudian mendapatkan informasi dari seorang menteri yang menyebut bahwa Jokowi telah memberikan mandat untuk melakukan revisi UU KPK.
“Tetapi beberapa saat kemudian saya menerima salah seorang menteri dan beliau mengatakan bahwa dirinya sudah mendapatkan arahan dari Presiden Jokowi untuk melakukan revisi UU KPK,” ungkapnya.
Hasto mengklaim bahwa berbagai pasal penting dalam revisi tersebut muncul atas perintah Jokowi, termasuk soal pimpinan KPK yang tidak otomatis bertindak sebagai penyidik serta ketentuan yang tidak memungkinkan penyidik independen bergabung dengan KPK.
Lebih lanjut, Hasto menyebutkan bahwa seorang menteri kepercayaan Jokowi menyampaikan bahwa revisi UU KPK membutuhkan dana sebesar 3 juta US Dollar agar dapat disahkan.
“Nah saat itu Pak Menteri yang menjadi kepercayaan dari Jokowi ini menyampaikan bahwa kira-kira akan diperlukan dana sebesar 3 juta US Dollar untuk menggolkan revisi UU KPK. Dan mengapa berjalan mulus? Karena Presiden Jokowi punya kepentingan untuk melindungi Mas Gibran dan Mas Bobby,” kata Hasto.
Menurutnya, sejarah akan mencatat bahwa revisi UU KPK terjadi sebelum pelaksanaan Pilkada serentak, saat Gibran dan Bobby maju sebagai calon wali kota.
“Maka ketika terpilih menjadi wali kota, amanlah mereka dari berbagai persoalan hukum karena KPK sudah dilemahkan,” pungkas Hasto. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok