Repelita Jakarta - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengungkapkan bahaya perjanjian internasional yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) terkait penanganan pandemi, yang mengikat seluruh negara anggota.
Siti Fadilah menilai, "Pandemic agreement adalah instrumen hukum internasional yang bertujuan memperkuat kolaborasi global dalam menghadapi pandemi, namun ada sisi yang sangat merugikan bagi Indonesia."
Dia menambahkan, perjanjian tersebut dapat membatasi kedaulatan negara dalam mengambil keputusan. Menurutnya, negara harus patuh terhadap keputusan WHO meskipun pandemi tidak terjadi di negara tersebut.
“Keputusan semua harus sesuai dengan apa yang dikatakan WHO. Walaupun pandeminya ada di Wuhan, kita ikut-ikutan juga pandemi di Indonesia, padahal nggak perlu," jelasnya.
Siti juga mengkritik ketergantungan pada standar produk yang ditetapkan oleh WHO, seperti vaksin dan masker, yang harus diikuti oleh negara anggota. "Bahkan, apa yang diharuskan itu nanti bisa ditagih sebagai utang," ujarnya.
Siti mengingatkan bahwa hal ini bisa menyebabkan Indonesia semakin tergantung pada bantuan internasional yang berujung pada kewajiban finansial.
Lebih lanjut, Siti yang aktif memperjuangkan kembalinya UUD 1945 naskah asli, menyayangkan dominasi produk impor dalam sektor kesehatan yang telah terstandarisasi oleh WHO.
“Pemerintah hanya jadi kacungnya sana (WHO). Ini membahayakan kedaulatan bangsa dan negara,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa pandemi memberikan celah bagi intervensi asing dalam kebijakan nasional, yang dapat menekan negara dari berbagai arah. "Dengan adanya pandemi itu, kita tidak bisa menahan intervensi asing di dalam kebijakan nasional. Ini akan menekan negara dari segala arah," pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok