Repelita Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto menghadapi dilema besar terkait kebijakan anggaran negara. Di satu sisi, pemerintah melakukan pemangkasan anggaran di berbagai sektor sebagai langkah penghematan. Namun, Rocky Gerung menjelaskan di sisi lain, proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) tetap mendapat alokasi dana yang signifikan.
Rocky Gerung menilai kondisi ini menunjukkan bahwa Prabowo masih menjaga harmoni politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menyoroti dampak pemotongan anggaran yang kini dirasakan di berbagai sektor penting, termasuk pendidikan dan hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, pemangkasan dana untuk pendidikan berisiko menaikkan biaya kuliah yang dapat menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi. Begitu pula dengan pengurangan anggaran di sektor perlindungan HAM yang dianggap bertentangan dengan konstitusi karena melemahkan perlindungan sosial bagi rakyat.
“Kalau pendidikan dipotong, kalau perlindungan HAM dikurangi itu artinya negara tidak memahami tujuan bernegara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi rakyat dari kemiskinan serta penindasan,” ujar Rocky Gerung dalam youtubenya.
Menurut Rocky Gerung, keputusan tetap menganggarkan dana untuk IKN menunjukkan bahwa Prabowo masih mengikuti kebijakan warisan Jokowi. Padahal, banyak pihak menilai proyek ini sebagai ambisi pribadi Jokowi yang tidak relevan dengan kepentingan rakyat. Ia pun menegaskan bahwa di tengah pemangkasan anggaran besar-besaran, tetap menggelontorkan dana untuk IKN adalah keputusan yang kontradiktif.
“Kalau masih ada anggaran untuk IKN, sementara sektor lain dikorbankan itu namanya trade-off yang merugikan rakyat. Ini yang bikin publik bertanya-tanya apakah Prabowo benar-benar berani memutus rantai kebijakan Jokowi atau masih ragu?” tambahnya.
Rocky Gerung menilai kritik publik yang terus-menerus muncul bukan sekadar ingin memisahkan Prabowo dari Jokowi, melainkan sebagai bentuk kepedulian agar Prabowo bisa menjalankan pemerintahan yang lebih efisien dan tidak terjebak dalam kebijakan lama yang boros. Ia menegaskan bahwa pemimpin yang ingin membawa perubahan harus berani melepaskan diri dari warisan pemerintahan sebelumnya yang dianggap gagal dalam pengelolaan anggaran.
“Kalau Prabowo ingin jadi pemimpin yang efisien dia harus berani memutus kebiasaan boros Jokowi. Publik ingin melihat pemerintahan baru yang mandiri bukan sekadar perpanjangan dari rezim sebelumnya,” ungkap Rocky Gerung.
Selain tantangan anggaran dalam negeri, Prabowo juga dihadapkan pada dinamika geopolitik, terutama dalam menyikapi konflik global seperti Palestina. Kedatangan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan baru-baru ini menyoroti peran Indonesia dalam diplomasi internasional. Rocky Gerung menilai jika urusan domestik saja masih belum jelas arah dan keberpihakannya, bagaimana Prabowo bisa memainkan peran lebih besar di kancah global?
“Kalau dalam negeri masih belum tuntas dengan dilema anggaran, bagaimana bisa kita berharap Prabowo memainkan peran besar sebagai pemimpin global? Ini tantangan yang harus segera diselesaikan,” pungkas Rocky Gerung. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok