Repelita, Timor Tengah Utara - Warga Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) digegerkan dengan kelahiran anak babi bermata satu yang sempat dikira siluman.
Peristiwa tersebut viral di media sosial lantaran penampakan wajah anak babi yang tidak biasa. Dalam video yang beredar, anak babi tersebut terlihat hanya memiliki satu mata besar di bagian wajahnya, dengan lidah menjulur keluar.
Kelahiran babi bermata satu ini terjadi di Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT pada Sabtu (15/2/2025). Babi tersebut lahir dari induk babi yang mengalami kelainan genetik, menyebabkan anak babi itu hanya memiliki satu mata besar di tengah kepala.
Induk babi tersebut milik seorang warga bernama Yohana, yang tak menyangka kejadian ini akan terjadi di peternakannya. Yohana menceritakan, saat induk babi melahirkan, anak babi pertama terlihat normal, namun anak kedua yang lahir mengidap kelainan genetik.
"Satu mata saja di dia punya dahi cukup besar," ujarnya. Yohana mengaku awalnya ketakutan dan sempat menduga bahwa anak babi tersebut adalah siluman. Bahkan, ia sempat membuang anak babi tersebut sebelum akhirnya mengambil kembali dan menguburkannya setelah 15 menit anak babi tersebut meninggal.
Yohana mengatakan bahwa induk babi tersebut baru pertama kali melahirkan dan pembuahan dilakukan dengan cara kawin langsung dengan pejantan, bukan disuntik.
Briptu Ryan Welsyah, Bhabinkamtibmas Desa Oelami, mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan hoax terkait fenomena kelahiran anak babi bermata satu tersebut. "Saya sudah lihat langsung dan sudah dikuburkan oleh pemiliknya," ujar Ryan. Ia menegaskan bahwa kelainan ini murni disebabkan oleh faktor genetik.
Dosen Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Slamet Raharjo, menjelaskan bahwa kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh sindrom siklopia, yaitu kondisi langka yang menyebabkan individu lahir dengan satu mata. “Akibat gangguan pada saat pertumbuhan janin, otak depan dan bola mata tidak membelah, sehingga janin hanya memiliki satu mata besar di tengah,” ungkap Slamet.
Sayangnya, penyebab pasti dari kelainan genetik ini belum dapat dipastikan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok