Repelita Tangerang - Warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, dikejutkan dengan adanya nama mereka yang dicatut dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk lahan yang kini telah dipasangi pagar laut.
Warga mengaku tidak pernah memberikan izin atau mengetahui proses pendaftaran lahan atas nama mereka.
Permasalahan ini mencuat ketika warga menemukan SHGB atas nama mereka telah diterbitkan pada tahun 2023. Khaerudin, salah satu warga, mengaku kaget saat mengetahui namanya tertera dalam dokumen tersebut tanpa sepengetahuan dirinya.
"Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini tolong diusut tuntas," ujar Khaerudin.
Warga menduga ada oknum yang sengaja mencatut identitas mereka untuk kepentingan pengembang atau pihak lain yang ingin menguasai lahan di pesisir Tangerang tersebut.
Selain pencatutan nama, warga juga mempertanyakan proses pengukuran lahan yang dilakukan tanpa musyawarah. Tanah di bantaran kali yang awalnya diperuntukkan sebagai zona sepadan sungai, kini telah diuruk sehingga menyebabkan penyempitan pada aliran sungai.
"Tanah kami dari bantaran kali diukur sama Bina Marga itu diambil 10 meter. Saat kami tanya, katanya untuk sepadan sungai. Tapi sekarang lihat, semuanya sudah diuruk oleh pengembang, dan kali jadi menyempit," kata Khaerudin.
Warga menduga ada keterlibatan oknum aparat desa atau pejabat tertentu dalam proses ini. Mereka menuntut pemerintah untuk turun tangan dan menyelidiki apakah ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SHGB tersebut.
Khaerudin menduga, data-data warga di Desa Kohod yang disalahgunakan untuk penerbitan SHGB kemungkinan besar berasal dari perangkat desa. "Sertifikat itu keluar tahun 2023, dan kami tidak pernah mengajukan apa pun. Ada keterlibatan dari kepala desa. Itu harus diusut, harus diusut tuntas," jelas dia.
Merasa dirugikan, warga Desa Kohod pun melaporkan dugaan pencatutan ini ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Namun, mereka hanya dipertemukan oleh staf kementerian yang mengaku tidak mengetahui detail permasalahan tersebut.
"Kami bawa bukti-bukti, seperti foto pagar laut dan sertifikat, tapi hanya ditemui staf yang bilang tidak tahu soal ini," ungkap Khaerudin.
Warga meminta agar sertifikat yang diterbitkan secara ilegal tersebut dibatalkan dan pihak-pihak yang terlibat diproses hukum. "Kami mohon, jangan hanya dibatalkan. Tindak juga oknum yang terlibat. Ini menyangkut tanah negara dan masyarakat umum," jelas Khaerudin.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa Kohod, Arsin, belum memberikan respons atas permintaan klarifikasi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok