Repelita Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengusulkan penggunaan serangga sebagai salah satu menu alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Usulan tersebut menimbulkan sorotan tajam dari berbagai pihak, salah satunya dari Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda. Huda menilai bahwa dengan anggaran terbatas, kualitas gizi yang diharapkan dari program ini sulit terwujud.
Huda mengungkapkan, pemangkasan anggaran untuk program MBG dari Rp15 ribu menjadi Rp10 ribu per porsi berpotensi menurunkan kualitas makanan yang disajikan. "Untuk program makan bergizi gratis, ada standar yang harus dipenuhi oleh penyedia, yaitu bergizi dengan anggaran terbatas. Jika tidak, maka namanya bukan makan bergizi gratis," ujarnya.
Terkait dengan wacana penggunaan serangga sebagai sumber protein di beberapa daerah, Huda menyatakan keraguannya terhadap ide tersebut. Ia menilai serangga bukanlah makanan yang umum dikonsumsi anak-anak, sehingga perlu kajian lebih mendalam mengenai penerimaan masyarakat terhadap makanan tersebut. "Saya ragu apakah ide ini bisa diimplementasikan atau tidak, mengingat serangga bukan makanan yang lazim bagi anak-anak," tegasnya.
Menurut Huda, menu MBG seharusnya mempertimbangkan selera anak-anak dan ketersediaan bahan makanan lokal yang teruji secara gizi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Kita tidak bisa memukul rata daerah tertentu untuk makan serangga sebagai protein," tambahnya.
Sebelumnya, Dadan Hindayana menjelaskan bahwa menu MBG tidak memiliki standar nasional yang baku. Menu tersebut disesuaikan dengan komposisi gizi yang tergantung pada sumber daya lokal di masing-masing daerah. "Jika di suatu daerah banyak telur, maka telur yang menjadi sumber protein utama. Jika ikan lebih melimpah, maka ikan yang menjadi pilihan," jelas Dadan.
Namun, Huda mengingatkan bahwa tantangan terbesar program MBG adalah menjaga kualitas gizi meskipun anggaran terbatas. "Penyedia harus memastikan bahwa meskipun anggarannya terbatas, kualitas gizi tetap terjaga. Jika tidak, esensi dari program ini akan hilang," tandas Huda.
Program MBG diharapkan dapat menjadi solusi bagi persoalan gizi di Indonesia, terutama untuk menekan angka stunting dan malnutrisi di kalangan anak-anak sekolah. Namun, menurut Huda, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kebijakan yang lebih matang dan perencanaan anggaran yang lebih maksimal.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok