Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Usulan Serangga Jadi Menu MBG Dinilai Tak Tepat, Arzeti Bilbina Soroti Aspek Budaya dan Psikologis

 Arzeti Bilbina Didukung Masyarakat Surabaya dan Sidoarjo - Suara Merdeka  Jakarta - Halaman 2

Repelita, Medan Belawan - Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menanggapi usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, terkait penggunaan serangga sebagai menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah tertentu. Menurut Arzeti, meskipun serangga menjadi makanan lumrah di beberapa negara, penerapannya di Indonesia harus mempertimbangkan faktor budaya dan psikologis masyarakat.

"Bagi kita, konsumsi serangga masih dianggap aneh. Tapi di negara seperti Thailand dan China, serangga sudah seperti cemilan yang dijual di pinggir jalan. Kalau kita lihat, mungkin ada yang merasa ngeri," ujar Arzeti.

Arzeti menegaskan bahwa kebijakan penerapan menu serangga di program MBG perlu memperhatikan penerimaan masyarakat. Menurutnya, kebiasaan konsumsi serangga yang belum umum di Indonesia berpotensi menimbulkan resistensi budaya dan psikologis, terutama bagi anak-anak.

"Harus dipertimbangkan kulturnya. Masyarakat kita belum terbiasa makan serangga, dan ini bisa menimbulkan resistensi budaya serta dampak psikologis," jelasnya.

Ia juga menyoroti perlunya sosialisasi yang intensif sebelum menu tersebut diterapkan, agar masyarakat memiliki pemahaman yang cukup tentang manfaat gizi dan keamanan dalam mengonsumsi serangga.

"Bayangkan jika anak-anak kita tiba-tiba disajikan jangkrik atau ulat, tentu mereka akan kaget. Masyarakat perlu diedukasi lebih dulu," tambahnya.

Sebelumnya, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa serangga hanya akan dijadikan menu MBG di daerah yang sudah terbiasa mengonsumsinya. Menurutnya, BGN tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi hanya menetapkan komposisi gizi yang sesuai dengan sumber daya lokal di masing-masing wilayah.

"Jika di daerah tertentu biasa makan serangga, itu bisa dijadikan pilihan menu. Kami hanya menetapkan standar komposisi gizi, bukan menu baku secara nasional," kata Dadan.

Dadan mencontohkan bahwa protein pada menu MBG akan bergantung pada potensi lokal, seperti telur di daerah yang banyak produksinya, atau ikan di wilayah pesisir. Demikian pula dengan sumber karbohidrat yang dapat disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat, seperti jagung atau singkong.

Meskipun gagasan diversifikasi pangan dalam MBG bertujuan untuk mengakomodasi keberagaman sumber daya lokal, Arzeti menekankan bahwa pemerintah harus lebih selektif dalam menentukan menu yang diterapkan. Menurutnya, makanan bergizi sebaiknya tetap disesuaikan dengan kebiasaan konsumsi yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

"Lebih baik kita fokus pada sumber protein yang sudah umum dikonsumsi masyarakat, seperti ayam, telur, dan ikan. Penggunaan bahan lokal penting, tetapi tetap harus teruji secara gizi dan diterima oleh masyarakat," pungkasnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved