Repelita, Jakarta - Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengimbau agar ijazah yang masih tertahan di sekolah-sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA segera diserahkan kepada pemiliknya. Menindaklanjuti hal tersebut, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE tertanggal 23 Januari 2025, yang menginstruksikan percepatan penyerahan ijazah pada jenjang SMA/SMK/SLB. Dalam surat tersebut, seluruh sekolah diminta segera mendistribusikan ijazah yang masih tersimpan.
Menanggapi kebijakan ini, Kepala SMK Jamiyatul Aulad Palabuhanratu, Andriana, yang aktif di sektor pendidikan swasta, berharap langkah ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan sektor pendidikan, sehingga amanat undang-undang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun, ia juga menyampaikan kekhawatiran jika kebijakan tersebut tidak disertai solusi yang tepat bagi sekolah swasta, terutama di daerah terpencil.
"Jika kebijakan ini diterapkan tanpa solusi yang jelas, orang tua dan siswa mungkin tidak lagi berkontribusi dalam pembiayaan sekolah swasta karena mereka tahu ijazah tetap diberikan setelah kelulusan. Jika ini terjadi, sekolah swasta bisa semakin kesulitan bertahan dan berisiko tutup," ujar Andriana, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua MKKS Kabupaten Sukabumi.
Andriana menjelaskan tantangan utama adalah perbedaan beban keuangan antara sekolah negeri dan swasta. "Sekolah negeri bisa gratis karena mereka tidak memiliki beban biaya untuk membayar guru, membangun sarana, dan sebagainya. Sementara itu, sekolah swasta harus menggunakan bantuan pemerintah untuk menutupi semua kebutuhan operasional," jelasnya.
Sebagai solusi, Andriana mengusulkan agar pemerintah menaikkan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) sehingga sekolah swasta juga bisa digratiskan seperti sekolah negeri. "Jika BPMU dinaikkan, maka seluruh siswa, baik di sekolah negeri maupun swasta, bisa mendapatkan pendidikan gratis tanpa ada yang dirugikan," ujarnya.
Andriana juga menekankan bahwa kebijakan penyerahan ijazah tanpa biaya bisa berdampak besar terhadap kelangsungan sekolah swasta jika tidak diimbangi dengan solusi yang memadai. "Jika pendanaan hanya mengandalkan bantuan pemerintah yang saat ini belum mencukupi, sekolah swasta bisa kesulitan bertahan. Karena itu, saya berharap kebijakan Kang Dedi Mulyadi ini bisa menjadi gebrakan agar pendidikan di Jawa Barat semakin baik," tambahnya.
Meskipun demikian, ia tetap mendukung kebijakan tersebut dengan catatan harus ada solusi yang komprehensif. "Saya sangat sepakat dengan kebijakan Kang Dedi Mulyadi, tetapi tetap harus disertai dengan solusi terbaik, pemetaan yang komprehensif, serta kajian yang mendalam. Semua ini pasti akan berimbas pada anggaran yang harus disiapkan," tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sekolah swasta memiliki kontribusi besar terhadap pendidikan di Jawa Barat. "Di Sukabumi saja, hanya ada 11 SMK negeri yang tersebar di 47 kecamatan, sementara sekolah swasta jumlahnya mencapai lebih dari 150. Bisa dibayangkan jika sekolah swasta mengalami kesulitan atau bahkan tutup, bagaimana mungkin sekolah negeri mampu menampung seluruh siswa?" ujarnya.
Sebagai gambaran kondisi finansial sekolah swasta, Andriana membagikan pengalamannya. "Sekolah saya sendiri memiliki tunggakan sejak 2014 hingga tahun lalu mencapai sekitar 1,5 miliar. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi sekolah-sekolah yang lebih lama berdiri, dan ada ratusan sekolah lain di seluruh Jawa Barat yang menghadapi masalah serupa," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mendorong para pemangku kebijakan untuk turun langsung ke lapangan, berdialog dengan pemilik dan tenaga pendidik sekolah swasta guna memahami kondisi mereka secara lebih mendalam. "Hal ini penting agar kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya adil, tetapi juga memberikan manfaat bagi semua pihak serta menjamin keberlangsungan pendidikan di seluruh wilayah," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok