Repelita, Jakarta 23 Desember 2024 - Sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berubah menjadi mengkritik pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen menuai sorotan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pemuda Muhammadiyah, Najih Prastiyo, mempertanyakan inkonsistensi sikap PDIP.
Najih menilai PDIP sebelumnya mendukung penyusunan revisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Namun, kini partai tersebut justru mengkritik kebijakan yang mereka inisiasi.
"Jujur saya cukup heran dengan sikap PDIP. Partai ini kan sebetulnya di awal ikut jadi inisiator kebijakan. Saya tahu betul, saat RUU HPP ini dirancang, PDIP ini justru fraksi yang dapat jatah kursi Ketua Panitia Kerja (Panja). Sekarang kok malah cuci tangan," ungkap Najih.
Dia juga mengkritik posisi PDIP yang dinilai ambigu dalam dinamika politik dan pemerintahan saat ini.
"Makin hari saya lihat posisi PDIP semakin ambigu dan problematis. Tidak jelas, mau jadi oposisi atau ingin pelan-pelan masuk koalisi pemerintah. Posisi seperti ini yang buat suhu politik kita semakin memanas. PDIP sepantasnya segera tegaskan posisi politiknya," tegas Najih.
Najih menuding PDIP sedang mencari simpati publik dengan mengesankan keberpihakan kepada rakyat.
"Saya lihat PDIP ini lagi cari muka. Imbas kekalahan telak di Pemilu. Basis massa PDIP sekarang memang mengempis dan sedang cari cara membangun kembali kekuatan. Jadi reaksi semacam ini bagi saya adalah sikap yang justru oportunis. Mau cari keuntungan dengan menempatkan posisi seolah-olah berpihak pada rakyat," tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menanggapi tuduhan bahwa PDIP terlibat dalam pengesahan UU HPP. Ia menjelaskan bahwa UU HPP merupakan inisiatif pemerintah Presiden RI ke-7 Joko Widodo yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021.
"UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021. Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP," ujar Dolfie.
Menurutnya, delapan fraksi di DPR, kecuali PKS, menyetujui pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang pada 7 Oktober 2021.
"RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI (Komisi XI), kemudian disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021. Delapan fraksi menyetujui UU HPP kecuali PKS," tambahnya.
UU HPP, yang berbentuk omnibus law, mengubah beberapa ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai. UU ini juga mengatur program pengungkapan sukarela wajib pajak dan pajak karbon.
Dolfie menjelaskan bahwa pemerintah diberi ruang untuk menyesuaikan tarif PPN dengan rentang 5-12 persen, tergantung pada kondisi perekonomian nasional.
Ia juga memberikan masukan kepada pemerintahan Prabowo Subianto terkait rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu diimbangi dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok