Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Anies vs Fufufafa: 'Clash of Indonesian Civilization'

 Anies Vs Fufufafa: Clash of Indonesian Civilization – KBA News

Anies vs Fufufafa: 'Clash of Indonesian Civilization'

Oleh: Smith Alhadar, Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Pasca Perang Dunia II, Indonesia menjadi negara pertama yang berhasil membebaskan diri dari penjajahan. Kemerdekaan tersebut diraih melalui perjuangan rakyat yang dipimpin oleh para intelektual. Hal ini menciptakan optimisme bahwa Indonesia akan melahirkan peradaban baru yang berbasis pada humanisme dan nasionalisme berketuhanan, sebagaimana tercermin dalam Pancasila.

Humanisme adalah aliran filsafat yang mengutamakan manusia sebagai subyek utama dalam kehidupan, menghargai nilai kemanusiaan, martabat manusia, serta potensi unik setiap individu. Aliran ini juga menekankan pentingnya empati, toleransi, dan rasa keadilan dalam interaksi sosial. Di sisi lain, nasionalisme adalah faham yang menunjukkan kesetiaan dan pengabdian kepada bangsa dan negara, dengan tujuan untuk mewujudkan persatuan dalam bernegara. Keduanya tidak bertentangan dengan agama dan bahkan agama turut melegitimasi kedua faham tersebut.

Indonesia Merdeka menjanjikan peradaban modern, demokratis, dan beradab, yang adaptif terhadap perubahan. Anies Rasyid Baswedan dianggap sebagai penerus cita-cita para founding fathers untuk mewujudkan peradaban tersebut. Sayangnya, ia disingkirkan dari panggung politik 79 tahun setelah cita-cita tersebut dicetuskan.

Meskipun sebagian orang tidak menyukainya, banyak yang mengakui Anies sebagai seorang intelektual berintegritas. Kinerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta terbukti memuaskan, dengan tingkat kepuasan masyarakat yang mencapai 83 persen menjelang akhir masa jabatannya. Kini, dalam kampanye pemilihan gubernur Jakarta, pasangan calon lainnya berusaha mendekati Anies untuk meminta dukungan.

Kepopuleran Anies tidak hanya terbatas di Jakarta. Elektabilitas dan kapasitas intelektualnya membuatnya diterima oleh partai-partai besar seperti Nasdem, PKB, dan PKS, meskipun menghadapi tekanan besar dari Istana. Pasangan Anies-Muhaimin memang kalah dalam kontestasi, namun banyak yang berpendapat bahwa kekalahan ini terjadi dalam kompetisi yang tidak fair, di mana Mulyono menggunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan Prabowo-Fufufafa.

Fufufafa, yang dianggap akan menjadi cawapres, diduga merupakan hasil rekayasa politik dari Mulyono, yang memiliki hubungan dengan Ketua MK. Banyak yang melihat Fufufafa sebagai simbol dekadensi intelektual dan moral bangsa. Ia tidak memiliki prestasi signifikan saat memimpin Solo, pendidikan yang terbatas, serta moralitas yang dipertanyakan.

Pencapaiannya dalam politik tidak didasarkan pada kemampuan pribadi, melainkan hasil persekongkolan dengan oligarki dan aparat negara. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto pun tidak sepenuhnya mempercayainya. Saat hendak melawat ke luar negeri, Prabowo meminta para menteri untuk melapor langsung kepadanya, bukan kepada Wakil Presiden. Keputusan ini menunjukkan bahwa Prabowo merasa Fufufafa tidak memiliki kapasitas untuk memimpin negara.

Fufufafa, yang dianggap mewakili peradaban gelap, mengancam untuk membalikkan arus zaman jika ia terpilih. Moralitas, ilmu pengetahuan, dan kebebasan berpendapat dapat terancam, dan Indonesia berisiko kembali ke masa kelam. Sebaliknya, Anies dianggap sebagai representasi dari generasi baru Indonesia yang berpikiran kosmopolitan dan mampu membawa negara ini ke arah yang lebih baik, terutama dalam menghadapi tantangan global dan nasional.

Dalam masa krusial ini, Anies menjadi simbol harapan bagi masa depan Indonesia yang lebih maju, sementara Fufufafa dianggap sebagai hambatan dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Bahkan, meskipun Presiden Prabowo memiliki kapasitas yang cukup, ia terperangkap dalam dinamika politik yang diciptakan oleh Mulyono, yang membuatnya sulit untuk berbuat lebih banyak.

Oleh karena itu, penting bagi cendekiawan dan masyarakat untuk ikut mendorong reformasi besar agar Indonesia bisa keluar dari labirin politik yang menghambat kemajuan negara. Jika reformasi tidak dilakukan dengan segera, Indonesia mungkin hanya akan dikenang sebagai negara yang tidak mampu keluar dari jerat politik korup.(*)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved