Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

[VIRAL] Ramai Sorotan Polisi Isi Jabatan Sipil, Mantan Kapolres Jeneponto: Polri Tidak Perlu Direformasi, tapi Dibubarkan

 Kombes Hery Susanto Bongkar Penikaman dari Dalam Polri - murianetwork.com

Repelita Jakarta - Penempatan personel Kepolisian Republik Indonesia pada posisi sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara terus menjadi pusat perhatian masyarakat.

Di tengah sorotan tersebut, seorang mantan perwira menengah bernama Hery Susanto yang terakhir menyandang pangkat Komisaris Besar Polisi angkat bicara.

Hery Susanto, yang pernah memimpin Kepolisian Resor Jeneponto, menyampaikan pandangan keras bahwa institusi kepolisian tidak lagi layak diperbaiki melalui reformasi.

"Polri itu tidak perlu lagi direformasi, tapi dibubarkan. Walaupun terkesan hiperbola tapi menurut saya benar juga apa yang disampaikan Bang Rismon ini," ujar Hery Susanto pada Rabu, 24 Desember 2025, merespons usulan Rismon Sianipar tentang pembaruan mendasar di tubuh Polri.

Ia menceritakan pengalaman pribadi yang membuatnya kehilangan kepercayaan terhadap organisasi yang pernah dibelanya.

Hery Susanto dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat atas tuduhan berat berupa pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Menurut pengakuannya, tuduhan itu tidak didasari fakta yang sebenarnya.

Ia telah melakukan verifikasi langsung dengan pihak keluarga yang disebut sebagai korban.

Hasilnya, anak tersebut secara tegas membantah pernah menjadi korban perbuatan tersebut.

Ibu dari anak itu bahkan mengaku dipaksa selama satu hari penuh untuk membuat pengaduan.

Hery Susanto menuding adanya keterlibatan oknum di bidang pengawasan internal berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi bernama Busroni yang diduga membujuk untuk menyusun laporan tidak benar demi memidanakan dirinya.

"Karena memang Polri itu bobrok, dimulai dari hatinya, ini yang maksud Propam Polri," katanya.

Ia juga mengungkap perlakuan selama proses pemeriksaan di Markas Besar Kepolisian, termasuk penahanan sel selama sepuluh hari yang melebihi batas ketentuan.

"Saya mengalaminya, kasus saya direkayasa. Tidak ada yang disakiti, tidak ada saya rugikan tidak ada yang melapor tiba-tiba saya dimasukkan ke sel dipatsus lima hari empat malam," ungkapnya.

Hery Susanto menyoroti ketidakadilan dalam prosedur, seperti larangan berkomunikasi dengan keluarga, pengambilan sampel paksa, serta tidak adanya konfrontasi langsung maupun rekonstruksi kejadian.

Pengalaman ini membuatnya menyimpulkan bahwa unit pengawasan internal menjadi sumber utama kelemahan institusi.

Sebelumnya, pakar forensik digital Rismon Sianipar mengkritik kinerja laboratorium forensik di Badan Reserse Kriminal dalam menangani perkara besar.

Ia mencontohkan kasus Vina di Cirebon di mana data tertentu tidak dimanfaatkan dalam simulasi ulang.

Dalam perkara Wayan Mirna Salihin, diduga terjadi penggunaan perangkat lunak yang tidak sesuai dengan sistem asli.

Rismon juga menyebut insiden di Kilometer 50 dengan penghapusan data serta pembersihan lokasi sebelum pengamanan resmi.

“Kita lihat track record-nya, kasus Vina Cirebon, apa yang terjadi pada ekstraksi SMS 22.14, tidak mereka pakai itu dalam reka adegan,” ujar Rismon.

"Jessica, menggunakan ired shop, software gratisan yang Windows operation system dan berbohong mengatakan itu software yang tersedia di DVR FD161S. Padahal itu Linux operation system, beda alam. Di sini laut, di sini udara. Gak mungkin itu dan tetap berbohong,” tambahnya.

“KM 50, polisi memerintahkan data CCTV, handphone, di rest area KM50 dihapus. Genangan darah tidak dipolice line, dibersihkan 20 jam sebelum kejadian 7 Desember fiber optic putus,” tutupnya.

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved